Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan praktik suap pada kasus pengelolaan kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas wilayah Kota Tanjungpinang 2016-2019, yang merugikan negara Rp296,2 miliar.
Seperti diketahui, KPK menetapkan mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang Den Yealta sebagai tersangka. Dia antara beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukannya, terdapat dugaan Den Yealta menaikkan ketentuan kuota rokok di daerah itu di luar aturan yang sudah ada.
Plt. Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pun menduga Den Yelta tidak terlibat sendiri dalam kasus tersebut. Terdapat dugaan adanya upaya penyuapan kepada mantan pejabat itu oleh perusahaan-perusahaan rokok.
"Ya tidak [sendirian]. Maksudnya nanti apakah ada perusahaan-perusahaan yang pemasoknya ini juga melakukan upaya penyuapan atau tidak untuk mendapatkan kuota itu, kita sedang dalami di situ," jelas Asep pada konferensi pers, dikutip Senin (14/8/2023).
Berdasarkan konstruksi perkaranya, kasus tersebut bermula dari evaluasi yang dikirimkan oleh Ditjen Bea dan Cukai terkait dengan penetapan barang cukai di kawasan Tanjung Pinang sekitar akhir 2015.
Di kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas tersebut, terdapat ketentuan kuota rokok yang meroket 693 persen dari jumlah yang sudah ditentukan. Perinciannya, dengan ketentuan besaran hanya 51,9 juta batang, Den Yealta justru diduga memperbesar kuota rokok yang diterbitkan yakni sebesar 359,4 juta. Dengan demikian, realisasi jumlah kuota hasil tembakau telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya.
Baca Juga
Akibatnya, kebijakan tersebut telah menguntungkan perusahaan dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok.
Den Yealta diduga tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Alhasil, tindakannya itu telah membuat pejabat itu menerima sejumlah uang sebesar Rp4,4 miliar, sedangkan negara disebut telah mengalami kerugian sekitar Rp296,2 miliar.
Adapun, penyidik menahan tersangka selama 20 hari pertama terhitung 11 Agustus 2023 sampai dengan 30 Agustus 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
Atas perbuatannya, Den Yealta disangakakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang (UU) Republik Indonesia No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.