Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai pengaruh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mendulang elektabilitas masih punya andil hingga pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Menurutnya, hal ini dibuktikan dari saling bersaingnya dua kandidat bakal calon presiden (bacapres) antara Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang memanfaatkan intensitas pertemuan dengan Presiden Ke-7 RI tersebut.
Mulai dari Prabowo, dia mengatakan bahwa intensitas antarkedua tokoh Negara tersebut memang semakin meningkat. Terbukti, nampak dari sejumlah pertemuan di beberapa tempat.
“Frekuensi pertemuan Jokowi dan Prabowo terkesan lebih sering,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (5/8/2023).
Kendati demikian, Karyono menekankan bahwa kesimpulan tak dapat diambil secara tergesa-gesa bahwa Preside nasal Surakarta itu lebih dekat dan mendukung Prabowo dibanding Ganjar.
Dia melanjutkan bahwa apabila saat ini Jokowi terkesan dekat dengan Prabowo, bukan berarti mengartikan Kepala Negara melepaskan pandangannya dari Ganjar Pranowo. Apalagi, sejumlah pertemuan antara Jokowi dengan Ganjar juga masih terjadi.
Baca Juga
“Belum lama ini pertemuan Jokowi dengan Ganjar terjadi di Jawa Tengah dalam kunjungan kerja presiden dalam rangka meninjau beberapa infrastruktur. Belum lagi jika dilihat dari aspek kedekatan ideologi dan organisasi partai, keduanya tentu sangat dekat,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, dia menilai terdapat perbedaan mencolok soal taktik dan strategi antara kubu Prabowo dengan kubu Ganjar.
Kubu Prabowo
Kubu Prabowo diyakininya sangat lihai dalam hal strateg memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan politik elektoral. Mereka sangat menyadari bahwa Presiden Jokowi memiliki pengaruh signifikan atau dikenal dengan Jokowi effect.
Pengaruh Jokowi dapat diukur dari beberapa indikator antara lain tingginya tingkat kepuasan dan kepercayaan publik terhadap Jokowi masih menembus 80-an persen yang secara defacto dapat dimaknai sebagai bentuk dukungan politik.
Selain itu, dia melanjutkan bahwa orang nomor satu di Indonesia itu adalah presiden yang masih mengendalikan kekuasaan. Secara de jure Jokowi adalah pemegang kekuasaan tertinggi di pemerintahan (eksekutif) yang tentu saja Jokowi bisa menggunakan pengaruhnya untuk tujuan politik.
Alhasil, Karyono meyakini pengaruh Jokowi dalam kontestasi pilpres 2024 tidak bisa diabaikan. Hal inilah yang disadari oleh kubu Prabowo. Mereka mengkapitalisasi kedekatan Presiden RI itu dengan Prabowo.
“Mereka tidak sekadar menggalang opini yang memuji kepemimpinan Jokowi tetapi secara massif merangkul para pendukung Jokowi dan bahkan keluarga Jokowi. Berbagai narasi diframing sedemikian rupa untuk membentuk persepsi publik bahwa Jokowi lebih mendukung Prabowo,” ujarnya.
Upaya itu, lanjut Karyono, tidak hanya dilakukan di dunia maya, tetapi juga media ruang publik seperti baliho, spanduk, billboard bergambar Prabowo bersanding dengan Jokowi tersebar memenuhi ruang publik di berbagai daerah, bahkan di massif di kandang banteng.
Di sisi lain, label petugas partai yang disematkan kepada Jokowi dan Ganjar Pranowo dikapitalisasi lawan politik PDIP untuk merenggangkan hubungan antara Jokowi dengan partainya sendiri.
Hal ini dikesankan seolah Jokowi dan Ganjar sekadar menjadi subordinat partai. Sebaliknya dikesankan seolah-olah justru Prabowo yang menempatkan diri sebagai subordinat Presiden Jokowi yang siap melanjutkan kebijakan pembangunan yang sudah dirintis Jokowi. Padahal, menurutnya ini hanya soal strategi komunikasi politik yang sengaja dibentuk untuk membangun persepsi publik.
King Maker
Karenanya, Karyono menyebut bahwa gestur dan sikap Jokowi hingga saat ini masih sekadar memainkan perannya sebagai king maker dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
“Secara semiotika hanya bisa disimpulkan bahwa Jokowi akomodatif dan dekat dengan Ganjar dan Prabowo. Yang pasti, Jokowi ingin memastikan presiden penggantinya akan melanjutkan dan mengawal kebijakan pembangunan yang telah dirintis demi kemajuan bangsa di masa depan,” pungkas Karyono.