Bisnis.com, JAKARTA – Kelompok militer Niger menyatakan telah mengambil alih kekuasaan dari Presiden Mohamed Bazoum pada hari Rabu (26/7/2023). Mereka menyatakan bahwa presiden ditahan di istana kepresidenan.
Melansir Reuters pada Jumat (28/7/2023), aksi kudeta ini diumumkan melalui televisi oleh Kolonel Amadou Abdramane, yang duduk dan diapit oleh sembilan perwira lainnya mengatakan bahwa pasukan pertahanan dan keamanan.
"Militer memutuskan mengakhiri rezim saat ini karena situasi keamanan yang memburuk dan pemerintahan yang buruk,” ungkap Abdramane.
Abdramane mengatakan perbatasan Niger ditutup, jam malam nasional diberlakukan, dan semua institusi pemerintah ditutup.
Para tentara memperingatkan agar tidak ada intervensi asing dan menambahkan bahwa mereka akan menjamin keamanan Bazoum.
Pengambilalihan kekuasaan Niger oleh militer merupakan kudeta ketujuh yang pernah terjadi di wilayah Afrika Barat dan Tengah sejak tahun 2020. Kudeta ini dapat memperumit upaya Barat untuk membantu negara-negara di wilayah Sahel memerangi pemberontakan yang telah menyebar dari Mali selama satu dekade terakhir.
Baca Juga
Niger yang terkurung daratan dan bekas jajahan Prancis telah menjadi sekutu penting bagi negara-negara Barat yang ingin membantu memerangi pemberontakan, tetapi mereka menghadapi tantangan yang semakin meningkat dari junta baru yang berkuasa di Mali dan Burkina Faso.
Niger juga merupakan sekutu penting Uni Eropa dalam memerangi migrasi tidak teratur dari sub-Sahara Afrika.
Prancis memindahkan pasukannya ke Niger dari Mali tahun lalu setelah hubungannya dengan pemerintah sementara di sana memburuk. Negara ini juga telah menarik pasukan khusus dari Burkina Faso di tengah ketegangan yang sama.
Pemilihan Bazoum merupakan transisi kekuasaan demokratis pertama di negara yang telah mengalami empat kali kudeta militer sejak kemerdekaannya dari Prancis pada tahun 1960.
AS mengatakan bahwa mereka telah menghabiskan sekitar US$500 juta sejak tahun 2012 untuk membantu Niger meningkatkan keamanannya. Jerman mengumumkan pada bulan April bahwa mereka akan mengambil bagian dalam misi militer Eropa selama tiga tahun yang bertujuan untuk meningkatkan militer negara tersebut.
"Bazoum telah menjadi satu-satunya harapan Barat di wilayah Sahel. Prancis, AS, dan Uni Eropa telah menghabiskan banyak sumber daya mereka di wilayah ini untuk mendukung Niger dan pasukan keamanannya," kata kepala program Sahel untuk lembaga think tank Jerman Konrad-Adenauer-Stiftung Ulf Laessing.
Kudeta Ketujuh
Pada hari Rabu, pasukan pengawal presiden yang dipimpin oleh Jenderal Omar Tchiani mengambil alih kursi kepresidenan dan mendorong para pemimpin regional untuk mengorganisir sebuah misi mediasi yang cepat untuk mencegah kudeta.
Frustrasi atas kegagalan negara untuk mencegah serangan kekerasan di kota-kota dan desa-desa telah mendorong terjadinya dua kudeta di Mali dan dua kudeta di Burkina Faso sejak tahun 2020.
Junta militer juga merebut kekuasaan di Guinea pada tahun 2021, yang berkontribusi pada ketidakstabilan di wilayah yang mulai kehilangan reputasinya sebagai "sabuk kudeta".
Ada upaya kudeta yang digagalkan di Niger pada Maret 2021, ketika sebuah unit militer mencoba merebut istana kepresidenan beberapa hari sebelum Bazoum yang baru saja terpilih akan dilantik.
Uni Afrika dan blok regional Afrika Barat ECOWAS pada hari Rabu sebelumnya mengutuk upaya kudeta Nigeria tersebut.
AS mendesak pembebasan Bazoum, sementara Uni Eropa, PBB, Perancis dan lainnya mengutuk pemberontakan dan mengatakan bahwa mereka memantau peristiwa tersebut dengan prihatin.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang berbicara dengan Bazoum pada hari Rabu ketika dia ditahan di istana kepresidenan, mengatakan bahwa kemitraan ekonomi dan keamanan AS dengan Nigeria bergantung pada kelanjutan pemerintahan yang demokratis.