Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah berkoordinasi dengan Bea Cukai untuk meminta data pengapalan bijih (ore) nikel sebanyak 5,3 juta ton.
Seperti diketahui, KPK sebelumnya menemukan adanya ekspor sebanyak 5,3 juta ton ore nikel ke China kendati sudah dilarang oleh pemerintah sejak Januari 2020.
Data penerimaan impor ore nikel itu terekam dalam data Bea Cukai China, namun berbeda yang direkam oleh otoritas di Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, Direktorat Monitoring di bawah Kedeputian Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK tengah meminta data pengapalan (shipment) ore nikel tersebut ke Bea Cukai.
"Kita lagi minta ke bea cukai, yang di China itu kita minta per shipment. Shipment nomor 1 berapa nikelnya, shipment nomor 2, supaya kita jelas ya. 5 juta [ton] kalo periode repot kita, karena itu di pelabuhan mana kita tidak mengerti juga, jadi per shipment aja," terang Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dikutip, Selasa (25/7/2023).
Selain ke Bea Cukai, KPK turut meminta laporan dari surveyor nikel yakni PT Sucofindo. Permintaan laporan surveyor itu, terang Pahala, guna dibandingkan dengan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Baca Juga
"Jadi ke Bea Cukai kita minta tolong difasilitasi detil dari China, ke {Kementerian] Perdagangan kita minta tolong surveyor itu ngeluarin LS-nya yang mana saja, nanti kita adu, kita lihat. Kalau di sini dibilang ada, di sini enggak ada, enggak mungkin. Kan enggak mungkin di Indonesia ekspor nikel, di China enggak mengakui," tuturnya.
Seperti diketahui, KPK menemukan adanya dugaan ekspor ilegal nikel ke China sebanyak 5,3 juta ton sejak Januari 2020. Padahal, ekspor bijih nikel telah dilarang oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM No.11/2019.