Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjamu Ketua Umum Partai Nasdem Surya paloh pada Selasa (18/7/2023). Kedatangan pemilik kelompok bisnis Media Group itu hanya berselang sehari usai Presiden Jokowi melantik Budi Arie Setiadi sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
Budi adalah loyalis Jokowi. Dia menggantikan politikus NasDem, Johnny G Plate, yang terjerat kasus korupsi Base Transceiver Station (BTS) Kominfo. Pelantikan Budi mengurangi 'jatah' NasDem dalam kabinet Jokowi yang kini tersisa dua kursi menteri.
Pertemuan Jokowi dan Surya Paloh juga berselang 2 hari, setelah Partai Nasem menggelar Apel Siaga Perubahan di Gelora Bung Karno pada Minggu (16/7/2023). Surya Paloh bahkan sempat mengkritisi 'revolusi mental' Jokowi dalam acara tersebut.
Suara sumbang dari Surya Paloh dan NasDem memang agak sering terdengar beberapa waktu belakangan ini. Jokowi dan Surya Paloh mulai ada jarak. Padahal, NasDem sejak 2014 menjadi bagian dari partai koalisi pemerintahan, baik saat Jokowi bersama Jusuf Kalla pada periode 2014—2019 maupun ketika Jokowi berpasangan dengan Ma’ruf Amin di periode 2019—2024.
Penetapan Johnny Plate sebagai tersangka dinilai sebagai puncak relasi panas antara Jokowi dan Surya Paloh. Sedangkan, benih ketidakharmonisan antara Jokowi dan Surya Paloh berawal dari keputusan partai itu mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies R. Baswedan sebagai calon presiden.
Anies merupakan satu dari tiga nama yang sempat disodorkan sebagai kandidat capres dalam Rapat kerja Nasional (Rakernas) pada 17 Juni 2022.
Baca Juga
Dalam Rakernas tersebut, selain Anies yang direkomendasikan oleh pimpinan wilayah Partai Nasdem yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Andika Perkasa (saat itu masih menjabat sebagai Panglima TNI).
Sejak keputusan Nasdem itu, kelompok pendukung setia Jokowi menuding Surya Paloh sudah tidak sejalan dengan Jokowi di dalam koalisi. Padahal, Nasdem mendapat tiga pos menteri di Kabinet Indonesia Maju yakni Menteri Komunikasi dan Informatika Johhny G Plate, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, dan Manteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Kelompok die hard Jokowi itu menyerukan agar Presiden Jokowi mencopot menteri-menteri kader Nasdem karena sudah tidak sejalan arah koalisi pemerintahan yang dipimpinnya.
Berbagai spekulasi perombakan kabinet sempat muncul menyusul langkah Nasdem yang mengusung Anies Baswedan. Namun, Presiden Jokowi bergeming.
Keputusan mengganti Johhny Plate tetap ditempuh karena dia berperkara. Pilihan untuk menunjuk Budi Arie juga pilihan untuk menjaga keharmonisan koalisi.
Jokowi tidak ingin memperuncing hubungan dengan Nasdem dan Surya Paloh dalam konteks melanjutkan pemerintahan ke depan. Situasi yang dapat diterjemahkan bahwa Jokowi masih menganggap Nasdem dan Surya Paloh berkontribusi penting di dalam koalisi.
Satu sisi, keputusan Jokowi yang tidak mengganti posisi Johnny Plate dengan memilih kader Partai Nasdem juga dapat dibaca sebagai bentuk tidak adanya dukungan Presiden terhadap pilihan politik dari Partai Nasdem menuju Pemilu 2024.
Dengan kepercayaan yang masih diberikan Presiden Jokowi kepada Partai Nasdem, bagaimana langkah politik partai ini ke depan?
Sudah hampir 10 bulan lamanya, Nasdem menetapkan pilihan politik kepada Anies Baswedan sebagai capres. Bersama dengan Nasdem, muncul Koalisi Perubahan yang melibatkan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dalam catatan sejumlah lembaga survei, elektabilitas Anies Baswedan masih di bawah Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Survei Indikator Politik yang dirilis pada 2 Juli 2023, misalnya, elektabilitas Anies tercatat 21,5% di bawah Prabowo (36,5%) dan Ganjar (35,7%).
Sementara itu, pilihan terhadap parpol, Nasdem menempati posisi ke-7 dengan elektabilitas 5% di bawah PDIP (25,3%), Gerindra (13,6%), Golkar (9,2%), PKB (7%), Demokrat (6,5%), dan PKS (5,2%).
Posisi Nasdem itu tidak jauh berbeda dari posisi survei yang dirilis lembaga serupa pada 1 Desember 2022 pasca deklarasi Anies sebagai capres. Artinya, deklarasi Anies sebagai capres oleh Nasdem tidak banyak mengangkat elektabilitas Nasdem.
Situasi politik juga sudah jauh berkembang. Ganjar Pranowo yang sempat masuk radar Partai Nasdem sebagai kandidat presiden, sudah resmi diusung oleh PDI Perjuangan sebagai capres.
Ganjar juga dideklarasikan sebagai capres oleh Partai Persatuan pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Sosok Andika Perkasa yang sempat dipilih oleh sejumlah pimpinan wilayah Partai Nasdem juga sudah purna tugas dari dinas militer.
Jika mencermati polah sejumlah elite di Partai Nasdem dalam menyikapi berbagai manuver Anies Baswedan belakangan dalam menentukan kandidat wakil presiden, bukan tidak mungkin akan ada kejutan baru dari Partai Nasdem dalam urusan membangun koalisi ke depan.
Dalam sistem multipartai, seperti yang ditulis Andre Heywood dalam buku berjudul Politics, koalisi politik cenderung berjalan secara alami, dicirikan oleh negosiasi dan konsiliasi, pencarian titik temu, daripada keyakinan dan berkutat pada prinsip politik.
Dengan situasi politik yang makin dinamis, koalisi politik yang masih cair, dan titik temu dari makan siang Jokowi-Surya Paloh pekan lalu, akankah Nasdem mengubah haluan dukungan politik di pilpres mendatang?