Bisnis.com, JAKARTA - Band The 1975 asal Inggris pada akhirnya membatalkan pertunjukan konsernya di Taiwan dan Indonesia setelah kontroversi LGBT di Malaysia.
Pengumuman itu berjarak sehari setelah Malaysia melarang band The 1975 tampil karena anggota band mencium rekannya yang sesama jenis di atas panggung. Band itu mengkritik undang-undang anti-LGBT negara itu.
"Sayangnya, karena keadaan saat ini, pertunjukan yang dijadwalkan tidak mungkin dilanjutkan," kata band beraliran pop rock itu, seperti dilansir dari Reuters, pada Minggu (23/7/2023).
Pihak penyelenggara We The Fest Jakarta juga menyampaikan bahwa band The 1975 menyesal karena harus mengumumkan pembatalan konsernya di Indonesia dan Taiwan tersebut.
"Band ini tidak pernah mengambil keputusan untuk membatalkan pertunjukan dan sangat menantikan untuk bermain untuk para penggemar di Jakarta dan Taipei, tetapi sayangnya, karena keadaan saat ini, tidak mungkin untuk melanjutkan pertunjukan yang telah dijadwalkan," ujarnya di Instagram we.the.fest.
Pemerintah Malaysia menghentikan festival musik di Ibu Kota Kuala Lumpur dan melarang The 1975 tampil setelah melakukan tindakan yang dianggap tidak sopan itu, pada Sabtu (22/7/2023).
Baca Juga
Homoseksualitas menjadi hal yang dilarang di Malaysia dari mayoritas warganya yang Muslim. Kelompok hak asasi telah memperingatkan meningkatnya intoleransi terhadap kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender.
Penghentian festival musik band The 1975 itu di Malaysia telah menimbulkan kegemparan karena tidak hanya membuat marah pemerintah, tetapi juga anggota komunitas LGBT, pada Jumat (21/7/2023).
Komunitas itu menyatakan bahwa tindakan Matty Healy itu dapat mengekspos orang LGBT pada lebih banyak stigma dan diskriminasi.
Acara terkait LGBT lainnya juga telah dibatalkan di Indonesia karena keberatan dari kelompok Islam, termasuk rencana kunjungan oleh utusan khusus LGBT Amerika Serikat (AS), dan penghapusan acara LGBT Asia Tenggara pada bulan ini.
Adapun tidak ada alasan jelas band tersebut membatalkan pertunjukan di Taiwan pada 25 Juli, yang memiliki reputasi membanggakan sebagai benteng hak LGBT dan liberalisme, termasuk mengizinkan pernikahan sesama jenis pada 2019.