Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bawaslu Usul Pilkada 2024 Ditunda, Ada Apa?

Badan Pengawas Pemilu mengusulkan Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) 2024 ditunda seiring dengan diadakannya Pemilu 2024.
Warga menggunakan hak suaranya dalam Pilkada serentak di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Cipondoh, Tangerang Kota, Banten, Rabu (27/6/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Warga menggunakan hak suaranya dalam Pilkada serentak di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Cipondoh, Tangerang Kota, Banten, Rabu (27/6/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusulkan agar pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 untuk ditunda.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengusulkan Pilkada 2024 ditunda karena tahapan pelaksanaannya beririsan dengan tahapan pelaksaan Pemilu 2024.

Bagja menjelaskan, pemungutan suara Pilkada 2024 dijadwalkan pada November 2024. Padahal, baru pada satu bulan sebelumnya atau November 2024, presiden terpilih dilantik sehingga deretan menteri juga akan berganti.

“Kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan [Pilkada 2024] karena ini pertama kali serentak,” ujar Bagja dalam Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, Rabu (12/7/2023), dikutip dari situs resmi Bawaslu.

Dia menjelaskan, karena tahapan penyelenggara Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 beririsan, potensi munculnya masalah sangat besar.

Dia menilai, apabila tetap dilaksanakan, maka dikhawatirkan pihak keamanan tidak siap menghadapi pilkada serentak di seluruh Indonesia yang baru pertama kali dilaksanakan.

“Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," jelas Bagja.

Lebih lanjut, Bagja menuturkan selama proses penawasan penyelenggaraan pemilu ditemukan setidaknya tiga potensi permasalahan.

Pertama, dari aspek penyelenggaraan pemilu yaitu terkait dengan masalah pemutakhiran data pemilih hingga pengadaan logistik.

"Data pemilih ini banyak sekali masalah, sampai-sampai satu keluarga beda TPS saja malah sampai marah-marah. Begitu juga surat suara, itu banyak permasalahannya misalnya kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B itu juga bisa menimbulkan masalah," ucap Bagja.

Kedua, permasalahan dari aspek peserta pemilu seperti masih masifnya politik uang. Lalu, belum optimalnya transparansi pelaporan dana kampanye, netralitas ASN, dan penggunaan alat peraga kampanye yang masih tak tertib.

Ketiga, permasalahan dari aspek pemilih. Bagja mengatakan, masih banyak ditemukan pemilih yang kesulitan menggunakan hak pilihnya serta ada ancaman maupun gangguan untuk memilih.

"Penyebaran berita hoaks dan hate speech. Ini nanti kalau sudah penetapan calon presiden dan wakil presiden kemungkinan hoaks dan hate speech akan ramai kembali. Kita perlu melakukan antisipasi," ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper