Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan bahwa nilai aset mantan pejabat Bea Cukai Andhi Pramono yang sudah disita mencapai sekitar Rp50 miliar.
Seperti diketahui, Andhi ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi terkait dengan pengurusan barang ekspor impor pada kantor pelayanan bea dan cukai, sekaligus pencucian uang.
Sejalan dengan proses penyidikan, KPK juga terus mengusut berbagai aset miliknya yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi. Nilainya mencapai sekitar Rp50 miliar.
"Estimasinya kurang lebih sejauh ini ya kurang lebihnya Rp50 miliar, sehingga nanti kami akan dalami lebih lanjut," terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, dikutip Kamis (13/7/2023).
Sebagian uang hasil gratifikasi yang dibelanjakan Andhi yakni untuk berlian senilai Rp652 juta, polis asuransi Rp1 miliar, serta pembelian rumah di Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.
Keterlibatan Swasta
Berdasarkan konstruksi perkaranya, Andhi dalam rentang waktu 2021-2022 diduga memanfaatkan jabatannya selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Baca Juga
Andhi diduga memanfaatkan posisi dan jabatannya untuk bertindak sebagai broker (perantara) dan juga memberikan rekomendasi sekaligus mempermudah aktivitas bisnis para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor impor.
Andhi lalu diduga menghubungkan antar importir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang diantaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja. Dari rekomendasi dan tindakan broker yang dilakukannya, Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee.
Setiap rekomendasi yang dibuat dan disampaikan Andhi diduga juga menyalahi aturan kepabeanan termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor impor diduga tidak berkompeten.
Penerimaan uang gratifikasi itu tidak langsung ke rekening Andhi pribadi, melainkan diduga melalui beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yaitu pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan, yang bertindak sebagai nominee.
Tindakan yang dilakukan Andhi diduga juga sebagai upaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitas dirinya sebagai pengguna uang yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain.
Seiringan dengan proses penyidikan, KPK turut menggeledah satu kantor perusahaan bernama PT Bahari Berkah Madani di Batam, Selasa (11/7/2023). Dari penggeledahan tersebut, penyidik menemukan dan mengamankan bukti elektronik yang diduga berkaitan dengan perkara tersebut.
KPK menduga perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan yang menyetorkan total uang senilai Rp28 miliar melalui rekening bank kepada Andhi, terkait dengan jabatan dan wewenangnya.
"Diduga ada uang yang masuk terkait jabatan AP [Andhi Pramono] dan uang itu dikuasai AP. Termasuk yang di Batam tadi. Diperkirakan ratusan juta uang itu masuk ke rekening pihak lain dan itu dikuasai AP tapi rekening pihak lain," lanjut Ali.
Lembaga antirasuah menduga Andhi membelanjakn uang tersebut guna keperluan dirinya beserta keluarganya pada 2021-2022.
Atas perbuatannya, Andhi disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Andhi juga turut disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.