Bisnis.com, JAKARTA - Meski kehilangan ayah tercinta dalam tragedi kapal selam Titanic, sang putri dari ahli kelautan asal Prancis Paul-Henri Nargeolet merasa senang, karena ayahnya berakhir di tempat yang paling dicintainya.
Sidonie Nargeolet menceritakan bagaimana dirinya hidup dengan "banyak stres dan emosi yang bercampur aduk" ketika pencarian submersible di kedalaman Samudera Atlantik memasuki fase kritis.
Saat itu, udara diperkirakan akan habis untuk lima orang yang berada di dalamnya.
Ayahnya yang berusia 77 tahun ini memang memiliki banyak pengalaman dengan kapal selam sehingga dia optimis jika Ayahnya mampu mengatasi situasi tersebut dengan baik.
Sebagai informasi, Paul memang sangat antusias terhadap Titanic sejak penemuan kapal tersebut 30 tahun yang lalu.
Bahkan, rekan-rekan ayahnya menggambarkannya dia sebagai ahli terkemuka tentang Titanic dengan lebih dari 35 kali menyelam ke reruntuhan kapal setelah menjalani karier selama dua dekade di angkatan laut Prancis.
Baca Juga
"Saya menangis terus-terusan," katanya mengenai reaksinya dilansir dari Reuters, Senin (03/7/2023).
Kala itu, dia terakhir kali melihat sang Ayah tepat sebelum Natal tahun lalu di Andorra, Eropa.
Sidonie Nargeolet menjelaskan seminggu sebelum insiden ini terjadi, sang Ayah sempat memberikan kabar soal cuaca buruk, sehingga mereka tidak dapat turun ke dalam submersible.
Namun, ayahnya juga menyebutkan ada suatu hari ketika cuaca sudah membaik dan mereka dapat melanjutkan ekspedisi tersebut.
"Saya mengiriminya pesan pada hari Minggu untuk Hari Ayah, tetapi dia tidak membalas,” kenangnya.
Nargeolet mengatakan ayahnya pertama kali pergi ke reruntuhan kapal pada 1987.
Pada salah satu perjalanan di kapal lain yang dioperasikan oleh OceanGate Expeditions berbasis di Amerika Serikat, ayahnya punya firasat dia tidak yakin akan kembali dengan selamat, meskipun akhirnya dia melakukannya.
Meski begitu, Sidonie Nargeolet mengungkapkan keyakinan soal ayahnya yang memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk menghadapi situasi krisis.
Dia percaya saat insiden itu ayahnya akan memberikan instruksi kepada penumpang lain untuk bernapas dengan tenang agar mereka menggunakan lebih sedikit oksigen.
Namun, harapannya akan keselamatan mereka terkikis ketika dia menyadari kabar tentang oksigen yang sangat rendah
“Kadang-kadang saya tidak mengecek (berita). Saya lebih suka mendengarkan hal-hal positif, berharap, bahwa mereka akan terus mencari mereka,” ujarnya.
Dirinya mengatakan, ketika sang ayah dan penumpang lainnya tidak ditemukan, kabar itu menjadi kesedihan yang luar biasa besar bagi keluarganya karena mereka tidak akan pernah bisa melihat ayahnya lagi.
Sidonie berjuang untuk menahan tangisnya ketika mengungkapkan harapannya bahwa ayahnya berada di tempat yang dia sukai, entah itu di dalam kapal selam atau di dalam Titanic.
“Bagi saya, ketika dia meninggal di tempat yang amat dia sukai, itu akan memberikan ketenangan," tutupnya.