Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus kejanggalan penggunaan dana operasional Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua.
Penyidik lembaga antikorupsi sebelumnya menyampaikan bahwa Lukas diduga menggunakan APBD Pemprov Papua untuk keperluan pribadinya. Salah satu indikasinya, uang rakyat itu digunakan untuk bermain judi di Singapura dengan cara menyamarkan pos anggaran untuk makan dan minum.
"Jadi kemarin Pak Alex [Wakil Ketua KPK] mengumumkan bahwa kegiatan salah satunya bentuk dana operasional untuk keperluan makan-minum," jelasnya kepada wartawan, Selasa (27/6/2023).
Asep lalu menyampaikan bahwa pos anggaran dana operasional itu dianggarkan hampir Rp400 miliar untuk setahun. KPK menilai hal tersebut janggal, apalagi jika dengan asumsi penggunaan anggaran secara harian selama 365 hari dalam setahun.
"Padahal kita tahu bahwa satu tahun itu adalah 365 hari. Artinya, bahwa satu hari itu bisa Rp1 miliar. Nah, itu bisa menjadi kejanggalan bagi kami, apa iya makan minum itu menghabiskan satu hari Rp1 miliar," jelasnya.
Akan tetapi, Asep menyebut adanya kwitansi sebagai bentuk pertanggungjawaban dari penggunaan anggaran tersebug. Oleh karena itu, untuk membuktikan dugaan kejanggalan, KPK tengah melakukan klarifikasi dengan mendatangi satu per satu rumah makan yang menerbitkan kwitansi tersebut.
Baca Juga
"Kalau pun memang benar apakah benar sampai Rp1 miliar satu hari. Itu kan yang perlu kita klarifikasi terus," lanjut jenderal polisi bintang satu itu.
MODUS BUAT PERGUB
Salah satu modus dugaan penyelewengan dana APBD Papua yang ditengarai dilakukan oleh Lukas yakni dengan membuat Peraturan Gubernur (Pergub), sebagai legalitas penggunaan dana operasional gubernur itu.
"Dibuatlah Peraturan Gubernur sehingga itu tidak kelihatan, jadi dia disembunyikan. Dibuat peraturannya dulu, sehingga itu menjadi legal padahal nanti masuknya ke bagian makan minum. Jadi, memang ketika dicek Kementerian Dalam Negeri itu menjadi tidak kelihatan atau tersamarkan," jelas Asep.
Menurutnya, hal itu bisa diartikan sebagai grand corruption. Istilah itu, terang Asep, merujuk pada praktik rasuah di mana sebuah aturan dibuat untuk membenarkan atau melegalkan kegiatan koruptif.
Adapun dugaan penyelewengan APBD oleh Lukas sebelumnya diungkap oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Pimpinan KPK berlatar belakang hakim ad hoc itu menyampaikan bahwa sebagian besar dana yang diduga digunakan Lukas untuk berjudi berasal dari APBD Papua.
"Dari sisi aliran dana itu yang mungkin bisa kita lihat sebagian besar dana yang digunakan oleh yang bersangkutan untuk berjudi. Dari mana dana-dana itu diperoleh sejauh ini memang sebagian besar berasal dari penyalahgunaan APBD," terangnya pada konferensi pers, Senin (26/6/2023).
Alex lalu memerinci bahwa penggunaan APBD tersebut, salah satunya berasal dari pos anggaran dana operasional gubernur selama 2019-2022, yang diduga untuk keperluan pribadi Lukas di atas meja judi.
Dana operasional yang dianggarkan itu mencapai Rp1 triliun selama tiga periode tersebut, atau lebih tinggi dari yang sebenarnya ditetapkan Kementerian Dalam Negeri. Dana operasional gubernur itu ditemukan untuk kebutuhan makan dan minum Lukas.
Namun demikian, penggunaan dana operasional Lukas yang janggal tidak berhenti di situ. KPK ternyata menemukan bahwa kwitansi yang diterbitkan untuk pertanggungjawaban pengunaan anggaran itu fiktif.
"Kami sudah cek di beberapa lokasi di tempat kwitansi itu diterbitkan ternyata itu juga banyak yang fiktif. Jadi restorannya tidak mengakui bahwa kwitansi itu diterbitkan oleh rumah makan tersebut," jelasnya.
Untuk diketahui, saat ini Lukas telah menjadi terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait dengan sejumlah proyek infrastruktur di Papua. Dia didakwa menerima uang senilai Rp46,8 miliar.
Selain itu, Lukas turut ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang. KPK telah menyita berbagai aset yang dimilikinya seperti uang, emas, tanah dan bangunan, serta kendaraan.