Bisnis.com, JAKARTA – Perkembangan proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana terkesan jalan di tempat dan tak menunjukkan pergerakan signifikan.
Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardhani pun angkat bicara mengenai nasib RUU yang saat ini sedang masuk di jalur lambat. Menurutnya, pemerintah terus berkoordinasi dengan DPR untuk menuntaskan RUU tersebut
"Kami di pemerintah tentunya selalu siap untuk melakukan koordinasi terus," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (21/6/2023).
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa pemerintah juga bakal terus mendorong penyelesaian RUU Perampasan Aset. Apalagi, DPR sebelumnya menunjukkan ketegasan dengan mendesak pemerintah agar segera mengirim surat presiden (surpres) terkait RUU tersebut.
Namun, untuk diketahu setelah surpres dikirimkan sikap tegas lembaga legislatif tersebut justru menguap dan membuat nasib RUU Perampasan Aset tak punya pegangan saat ini.
Jaleswari pun mengungkap bahwa informasi terakhir yang diterimanya dari Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Hiariej bahwa aturan yang berguna untuk merampas aset yang diperoleh dari hasil kejahatan mulai dibahas dengan Komisi III DPR
Baca Juga
"Pastinya kami terus dorong [RUU ini dibahas]. Sebetulnya juga bukan berhenti, tetapi prosesnya mungkin tidak selancar yang kita bayangkan. Namun, [proses pembahasan] itu enggak berhenti karena itu juga jadi atensi kawan-kawan DPR juga," ucapnya.
Lebih lanjut, dia irit bicara mengenai sikap DPR yang tidak kunjung memproses surpres terkait RUU itu. Padahal, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres itu diterima oleh lembaga legislatif tersebut.
"Ini sekarang lagi di DPR. Pemerintah sudah membahas itu dan menyampaikan ke DPR. Tinggal DPR bagaimana," pungkas Jaleswari.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun menilai bahwa makin lama pembahasan dan pengesahan RUU perampasan aset otomatis perlambat pengembalian kerugian negara sehingga membuat kinerja penegak hukum menjadi kurang maksimal dalam pengembalian aset, khususnya dalam tindak pidana korupsi.
Bahkan, dia menilai apabila DPR bisa bergerak lebih cepat, maka akan ada kenaikan pendapatan Negara lewat perampasan aset sekaligus mencegah praktik korupsi terutama pada tahun pemilu yang kian dekat
“Tentunya, cukup rawan ada potensi korupsi di bansos misalnya atau korupsi SDA di momen jelang pemilu, sehingga regulasi perampasan aset bisa cegah kerugian Negara lebih jauh,” tandas Bhima.
Untuk diketahui, pemerintah telah mengirim surat presiden terkait denganRUU Perampasan Aset pada 4 Mei 2023, dimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menandatangani surpres dan telah dikirimkan oleh Menkopolhukam, Mahfud Md.
Hal tersebut dibenarkan oleh Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media, Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
“Benar [Surpres RUU Perampasan Aset] sudah di tanda tangani [oleh Jokowi] hari Jumat,” kata Bey kepada wartawan, Senin (8/5/2023).
Bey mengatakan bahwa setelah ditandangtangani oleh Jokowi, Surpres RUU tersebut langsung diberikan ke pihak DPR. Dia menyebut Surpres RUU tersebut sudah diterima oleh DPR sejak hari Jumat dan diterima oleh sekretariat DPR.
Dalam surat yang beredar, Supres RUU perampasan aset yang diserahkan ke DPR bernomor R-22/Pres/05/2023 yang ditandatangani Jokowi pada 4 Mei 2023.
Untuk diketahui, RUU Perampasan Aset merupakan usulan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Pemerintah butuh landasan hukum untuk mengamankan aset terkait tindak pidana korupsi.