Bisnis.com, JAKARTA - Untuk kedua kalinya tahun ini, kekhawatiran Amerika Serikat (AS) dimata-matai oleh China membayangi kunjungan diplomat top AS ke China ketika kedua negara adidaya mencoba untuk memperbaiki hubungan yang retak sambil mengawasi satu sama lain.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mendarat di Beijing pada Minggu (18/6/2023).
Itu merupakan penundaan perjalanan sebelumnya yang direncanakan pada Februari setelah balon pengintai China berkelok-kelok melintasi AS dan melayang di atas lokasi militer yang sensitif sebelum ditembak jatuh oleh pesawat tempur AS.
Ketika Blinken siap untuk melakukan perjalanan yang dilihat sebagai langkah kunci untuk memperbaiki komunikasi AS-China, kontroversi spionase lain telah berkobar dalam beberapa hari terakhir menyusul laporan media bahwa Cina telah mencapai kesepakatan untuk membangun sarang mata-mata di salah satu pulau dekat Kuba.
Beijing mengatakan tidak mengetahui situasi tersebut. Sementara, Gedung Putih mengatakan laporan itu tidak akurat walaupun Blinken awal pekan ini mengatakan China meningkatkan fasilitas mata-matanya di sana pada 2019.
Dilansir dari CNN, Direktur CIA Bill Burns, diam-diam melakukan perjalanan ke China pada Mei untuk bertemu rekan-rekannya dan menekankan pentingnya menjaga jalur komunikasi terbuka di saluran intelijen.
“Komunikasi krisis bisa dibilang berada dalam kondisi terburuk sejak 1979. Hal ini memberikan keunggulan pada kemampuan kedua negara untuk mengumpulkan intelijen guna memahami kemampuan, tindakan, dan niat strategis satu sama lain di seluruh dunia,” kata Lyle Morris, ahli di Pusat Analisis China dari Asia Society Policy Institute.
Itu terutama terjadi, kata para ahli, ketika China terus memperluas kemampuan pengumpulan intelijennya sendiri.
“Adil untuk mengatakan bahwa kami telah memata-matai satu sama lain dalam berbagai skala untuk waktu yang lama,” kata mantan analis China dari CIA, Christopher Johnson.
“Tidak diragukan lagi, ada peningkatan (spionase) dari kedua belah pihak, tetapi mungkin lebih banyak dari China karena mereka menjadi lebih besar, lebih berpengaruh, lebih kaya, dan memiliki lebih banyak sumber daya untuk digunakan daripada sebelumnya,” kata Johnson yang sekarang menjabat sebagai Presiden Konsultan China Strategies Group.