Bisnis.com, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan bahwa pihak berwenang Amerika Serikat (AS) harus memberikan jawaban konkret terkait senjatanya yang digunakan Ukraina.
Desakan itu muncul setelah terjadi serangan di bendungan Kakhovka baru-baru ini. Selain itu, merujuk ke pernyataan Jenderal Ukraina Andrey Kovalchuk bahwa tentara Ukraina telah melakukan serangan uji coba dari AS pada Desember lalu.
Sistem HIMARS pada salah satu gerbang bendungan Kakhovka telah menaikkan volume permukaan air di Sungai Dnieper, seperti dilansir dari TASS, pada Kamis (8/6/2023).
"Sekarang, pertanyaan untuk Koordinator Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih untuk Komunikasi Strategis John Kirby, Sekretaris Pers Gedung Putih Karin Jean-Pierre, semua orang yang bertanggung jawab atas komunikasi di Gedung Putih. Apakah Anda mengetahui bagaimana senjata Amerika, senjata yang dipasok ke Ukraina, digunakan?," katanya mempertanyakan.
Dia menyinggung terkait serangan ke infrastruktur sipil di negaranya, dan dia mendesak AS untuk menjawabnya.
"Bahwa uji coba serangan teroris terhadap infrastruktur sipil di negara ketiga sedang dilakukan? Ini adalah pertanyaan yang langsung kami ajukan di ruang publik di depan Gedung Putih; Anda harus menjawabnya," lanjutnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, serangan terhadap bendungan Kakhovka pasti merupakan tindakan terorisme.
Sebelumnya, serangan yang terjadi di pembangkit listrik tenaga air Kakhovka, mungkin berasal dari sistem roket peluncuran ganda (MLRS) Olkha, pada Selasa (6/6/2023) malam.
Serangan tersebut telah menghancurkan katup pintu air hidrolik di bendungan Kakhovka, memicu pelepasan air yang tidak terkendali di Novaya Kakhovka, dengan ketinggian air di satu titik melebihi 12 meter, tetapi sekarang terus-menerus surut.
Adapun, saat ini terdapat 15 pusat populasi di zona banjir, dengan penduduk kota dan desa terdekat sedang dievakuasi.
Jebolnya bendungan Kakhovka telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Lalu, lahan pertanian di sepanjang Sungai Dnieper telah hanyut, dan Kanal Krimea Utara berisiko menjadi dangkal.