Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK kembali menegaskan komitmen pemerintah menekan polusi plastik di lingkungan laut pada sidang pleno keempat "the Second Session of the Intergovernmental Negotiating Committee (INC-2)" di markas UNESCO, Paris.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menegaskan, Indonesia mendukung penuh agenda global tersebut, karena sangat sejalan dengan kebijakan dan regulasi nasional.
“Kami memiliki komitmen yang kuat untuk bergabung dengan gerakan global untuk mengakhiri polusi plastik melalui pembentukan instrumen yang mengikat secara hukum internasional,” kata Rosa Vivien dalam pernyataan resmi, dikutip pada Kamis (1/6/2023).
Rosa Vivien yang memimpin delegasi Indonesia beranggotakan 19 orang dari tiga kementerian itu menyatakan, Indonesia menyelaraskan diri dengan pernyataan regional Asia Pacific Group (APG), dan menambahkan sejumlah materi penting.
Materi pertama yaitu Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kesenjangan antara negara-negara anggota dalam hal negara maju, negara berkembang, dan negara kurang berkembang yang harus diseimbangkan selama proses negosiasi INC-2. “Jadi, kami berharap instrumen tersebut dapat mengembangkan lingkungan yang memungkinkan untuk menciptakan lapangan permainan yang setara,” tambahnya.
Kemudian yang kedua, Indonesia sangat berharap bahwa seluruh anggota memiliki pemahaman yang sama dan definisi yang disepakati tentang siklus hidup penuh plastik karena itu adalah pendekatan dasar untuk membangun teks negosiasi.
Baca Juga
Selanjutnya, Indonesia mengusulkan perlunya menyederhanakan kewajiban inti menjadi lebih ringkas dengan mengelompokkan kewajiban yang dapat diterapkan, dapat dicapai, terukur, dan akuntabel daripada 12 kewajiban inti yang lebih luas.
Sedangkan keempat, Indonesia juga percaya bahwa kedua kelompok kontak bukanlah proses negosiasi yang berdiri sendiri, Oleh karena itu, masing-masing kelompok kontak harus bekerja secara sinergis untuk menyelaraskan kewajiban inti, tindakan pengendalian, dan tindakan sukarela di satu sisi, dan sarana implementasi terkait di sisi lain.
“Kelima, mengingat peran penting Rencana Aksi Nasional (RAN), Indonesia percaya bahwa RAN harus menjadi tulang punggung untuk mengimplementasikan instrumen internasional yang mengikat secara hukum ini,” kata Vivien.