Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akademisi UI Soroti Kegagalan Diplomasi Soft Power China di Indonesia

Selain melalui ekonomi, RRC berupaya meningkatkan kuasa lunaknya di Indonesia, antara lain lewat diplomasi publik dalam bidang budaya, sejarah dan akademik. 
Presiden China Xi Jinping dan pejabat lainnya menghadiri sesi pembukaan Kongres Rakyat Nasional (NPC) di Aula Besar Rakyat di Beijing, China 5 Maret 2023. REUTERS/Thomas Peter
Presiden China Xi Jinping dan pejabat lainnya menghadiri sesi pembukaan Kongres Rakyat Nasional (NPC) di Aula Besar Rakyat di Beijing, China 5 Maret 2023. REUTERS/Thomas Peter

Bisnis.com, JAKARTA - Upaya diplomasi kuasa lunak atau soft power China terhadap Indonesia tidak mengangkat citra negara itu secara signifikan. Bahkan sebaliknya, Pemerintah Indonesia diimbau untuk terus memelototi diplomasi jenis kuasa lunak tersebut untuk menjaga kepentingan Indonesia.

“Bangsa Indonesia harus tetap kritis dalam memandang China. Boleh memuji dan menghargai sukses Pemerintah RRC dalam usahanya menjadikan negara dan bangsanya besar. Tetapi bukan berarti kita tidak memiliki kritik," ucap Abdullah Dahana, Guru Besar Emeritus bidang sejarah, Universitas Indonesia, Minggu (21/5)

Dalam diskusi ‘Menakar Ulang Kuasa Lunak Tiongkok di Indonesia: Sebuah Tinjauan Kritis,’, Dahana mengatakan, China seringkali menabrak aturan-aturan internasional, khususnya dalam hal kedaulatan antar bangsa. 

Akademisi pendiri sekaligus penasihat Forum Sinologi Indonesia (FSI) itu juga mengatakan bahwa melalui upaya meningkatkan kuasa lunaknya di pelbagai negara, termasuk Indonesia, China sedang berusaha menjelma menjadi sebuah kekuatan imperial budaya.

Selain berupaya menanamkan kuasa lunak, negeri tirai bambu itu juga berupaya menjalankan hard power yang terlihat dari sepak terjangnya di Laut Cina Selatan dan berbagai pelanggaran negara ini di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan dekat kepulauan Natuna.

Senada, Tuty Mutia, pengajar senior pada Program Studi China Universitas Indonesia, mengatakan bahwa negara adikuasa itu telah berupaya meningkatkan kuasa lunaknya di Indonesia, antara lain melalui diplomasi publik dalam bidang budaya, sejarah dan akademik. 

China, lanjutnya, juga menggunakan beberapa strategi lainnya, antara lain, merangkul umat Islam melalui pemberian beasiswa untuk para santri. Hal ini, kata Tuty, sebagai salah satu strategi mereka dalam meredam isu Hak Asasi Manusia yang menimpa penduduk muslim di Uyghur.

Strategi lain yang diungkapkan Tuty adalah pendirian Konfusius Institut yang di Indonesia disebut sebagai Pusat Bahasa Mandarin (PBM) yang dalam satu dasawarsa belakangan aktif memberikan beasiswa untuk mempelajari bahasa.

“Namun berbeda dengan strategi beasiswa, strategi ini kurang membuahkan hasil. Para penerima beasiswa cenderung memanfaatkan PBM hanya untuk penguasaan bahasa agar menunjang studi atau karirnya,” tutur Tuty.

Sementara itu Johanes Herlijanto, akademisi Universitas Pelita Harapan yang juga ketua FSI, menyoroti posisi komunitas Tionghoa dalam upaya China meningkatkan soft power di Indonesia.

Ia mengungkapkan bahwa ada upaya Republik negara itu untuk merangkul komunitas Tionghoa di Indonesia untuk kepentingan peningkatan hubungan Indonesia-China dengan mendorong mereka menjadi jembatan.

“Setidaknya sebagian dari pebisnis Tionghoa, khususnya dari generasi senior, tidak berkeberatan menjalani peran sebagai jembatan bagi hubungan kedua negara. Namun yang menarik, ketika China ingin merangkul Tionghoa Indonesia lebih dalam lagi, sebagian komunitas Tionghoa justru melakukan penolakan,” terangnya.

Hal ini, dicatat oleh sinolog Leo Suryadinata dalam berbagai tulisannya yang menyatakan, beberapa pengusaha Tionghoa dan kaum muda Tionghoa menolak, bahkan mengkritisi upaya China mengingatkan mereka akan hubungan mereka dengan negeri itu sebagai negeri leluhur.

“Saat ini di kalangan Tionghoa Indonesia, khususnya generasi muda, berkembang narasi yang mengedepankan keIndonesiaan mereka. Anak anak generasi sekarang lebih suka disebut sebagai Chinese Indonesian atau Chindo,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper