Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Pemilihan Turki Ahmet Yener mengatakan bahwa pemilihan presiden (pilpres) Turki 2023 menuju pemungutan suara putaran kedua. Berdasarkan hasil resmi dari Dewan Pemilihan Tertinggi Turki petahanan Recep Tayyip Erdogan meraih 49,5 persen suara, sementara penantang utamanya Kemal Kilicdaroglu, meraih 44,89 persen pada Minggu (15/5/2023).
Oleh karena tidak ada calon presiden (capres) yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka keduanya akan berhadapan di putaran kedua pada 28 Mei 2023.
Melansir Aljazeera, seperti diketahui bahwa seorang kandidat membutuhkan lebih dari 50 persen suara di putaran pertama untuk menang secara langsung.
Jika tidak ada yang melewati batas 50 persen, dua kandidat teratas akan saling berhadapan dalam putaran kedua pada dua pekan mendatang.
Pilpres pada 14 Mei lalu menjadi ketiga kalinya bagi orang Turki untuk memilih presiden secara langsung, dengan Erdogan memenangkan dua pemilihan sebelumnya secara langsung di putaran pertama.
Selain Erdogan dan Kilicdaroglu, kandidat ketiga yaitu Sinan Ogan dari Aliansi ATA, menerima 5,17 persen.
Sementara itu, Muharrem Ince dari Partai Tanah Air yang mengundurkan diri dari pencalonan hanya 3 hari sebelum pemilihan, tetap dipilih dengan mendapat suara 0,44 persen.
Kantor berita Turki menerbitkan hasil awal yang menunjukkan Partai AK memenangkan 266 kursi, sementara Partai Rakyat Republik (CHP) pimpinan oposisi utama Kemal Kilicdaroglu memenangkan 166 kursi di parlemen dari 600 kursi.
Jajak pendapat dilakukan dengan latar belakang krisis biaya hidup dengan puncak inflasi pada 85 persen pada Oktober, dan gempa bumi pada Februari yang menewaskan lebih dari 50.000 orang di Turki.
Faktor-faktor itu mendukung harapan oposisi untuk menggulingkan Erdogan yang dikenal sebagai kepala Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) yang berkuasa.
Pemilu 2023 juga menjadi sangat penting karena menjadi tahun yang menandai peringatan 100 tahun Republik Turki.
Pendiri negara Mustafa Kemal Ataturk juga mendirikan Partai Rakyat Republik (CHP), yang sebagian besar memerintah di bawah sistem satu partai selama 27 tahun.