Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Skenario Koalisi Jika Ganjar, Prabowo, dan Anies Maju Capres 2024

Manuver PDIP dengan mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) mengubah konstelasi politik yang ada saat ini.
Plt Ketua Umum DPP PPP Muhamad Mardiono (keempat kiri) didampingi Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy (kedua kiri) menyampaikan keputusan Rapat Pimpinan Nasional PPP di Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (26/4/2023). PPP mendeklarasikan dukungannya kepada bakal calon presiden dari PDI Perjuangan yakni Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/tom.
Plt Ketua Umum DPP PPP Muhamad Mardiono (keempat kiri) didampingi Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy (kedua kiri) menyampaikan keputusan Rapat Pimpinan Nasional PPP di Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (26/4/2023). PPP mendeklarasikan dukungannya kepada bakal calon presiden dari PDI Perjuangan yakni Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/tom.

Bisnis.com, JAKARTA – Putusan PDI Perjuangan (PDIP) mengusung Ganjar Pranowo menjadi calon presiden (capres) membuat pembentukan koalisi semakin tak pasti. Koalisi yang sudah terbentuk bahkan diyakini  akan terpecah.

Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza menilai jumlah calon presiden (capres) yang akan maju dalam Pilpres 2024 memang cenderung mengerucut ke tiga nama yaitu Ganjar, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.

Sedangkan koalisi yang sudah terbentuk saat ini sudah ada tiga. Pertama, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Kedua, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang terdiri dari Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketiga, Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang terdiri dari Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PDIP sendiri menentukan koalisinya.

Meski begitu, Efriza melihat pencapresan Ganjar oleh PDIP akan merusak tatanan koalisi yang sudah terbentuk. Dia melihat, hanya KPP yang masih akan cenderung solid untuk mengusung Anies.

Sedangkan nasib KIB dan KKIR, yang belum menentukan capresnya, akan banyak terpengaruh akibat pencapresan Ganjar. Efriza melihat ada tiga skenario yang paling mungkin terjadi dalam pembentukan koalisi pasca pencapresan Ganjar.

Pertama, KIB pecah karena PAN dan PPP akan berkoalisi dengan PDIP untuk mengusung Ganjar. Selain PDIP, PPP memang secara resmi sudah menyatakan usung Ganjar sebagai capres.

Efriza pun melihat PAN juga akan mengusung Ganjar. PPP dan PAN, lanjutnya, memang memerlukan sosok Ganjar yang elektabilitasnya kerap teratas di antara capres potensial lainnya.

Dengan mendukung Ganjar, PPP dan PAN diharapkan dapat menerima efek ekor jas atau kecipratan elektabilitas dalam Pemilu 2024 nantinya. Dia mencontohkan, NasDem sukses kecipratan elektabilitas karena mendukung sosok capres populer seperti Joko Widodo (Jokowi).

“Kedua partai ini telah rapuh, PAN ditinggal oleh Amien Rais dan akan digembosi oleh Partai Ummat, sebelumnya PPP yang terlibat konflik internal dengan dilengserkannya ketua umumnya. Kedua partai ini butuh Ganjar Pranowo agar mereka bisa menjaga kesolidan partai, juga bisa meniru NasDem mengajukan sosok Jokowi pertama kali hingga perolehan suara dan peringkatnya naik sampai ke posisi kelima. Setidaknya mereka berharap bisa lolos parlemen kembali,” jelas Efriza.

Kedua, Golkar berkoalisi dengan Gerindra dan PKB (KKIR) untuk mengusung pasangan Prabowo. Efriza menilai skenario ini memungkinkan jika Prabowo atau Gerindra dapat membujuk salah satu dari Golkar atau PKB agar kadernya tak jadi cawapres Prabowo.

Dia menjelaskan, Golkar memang cenderung masih kukuh ingin ketua umumnya, Airlangga Hartarto setidaknya jadi cawapres. Begitu juga dengan PKB, yang ingin ketua umumnya, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, jadi cawapres.

“KKIR semata diyakini masih dapat solid, bahkan [jika] bisa mendapatkan tambahan dukungan Golkar. Jika PKB bisa dirangkul, dibujuk oleh Gerindra, sehingga wajar Gerindra mengapungkan nama Muhaimin sebagai cawapresnya, agar saat ini PKB dan Muhaimin dapat dijinakkan dulu. Persoalan gagal nanti [jadi cawapres Prabowo] bisa dikompromikan. Inilah strategi Gerindra,” ungkap Efriza.

Ketiga, PKB akan meloncat ke koalisi pendukung Ganjar. Efriza menilai jika Cak Imin tak bisa jadi cawapresnya Prabowo dan tak bisa dikompromikan maka PKB akan bermanuver untuk mendukung Ganjar.

PKB, lanjutnya, tak ingin suara warga Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan basis terbesarnya beralih ke PPP. Seperti diketahui, Sandiaga Uno dikabarkan akan bergabung ke PPP.

PPP pun diyakini akan coba menjodohkan pasangan Ganjar-Sandi. Sandi yang cenderung memiliki kedekatan dengan NU dinilai akan menarik suara Nahdliyin ke PPP.

“Ini tentunya akan membuat PKB mulai berpikir, jika tak dapat cawapres, ngapain berkoalisi dengan potensi kalahnya lebih besar melihat rekam jejak Prabowo kalah tiga kali di pilpres. PKB juga berpikir khawatir ceruk pemilih NU-nya akan lebih diidentikkan dengan PPP kembali, ini tentu akan berisiko penurunan suara bagi PKB,” jelas Efriza.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper