Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan bahwa mantan Dirut PT Transjakarta (Perseroda) M Kuncoro Wibowo telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran bansos di Kementerian Sosial (Kemensos) periode 2020-2021.
Kendati tak menyebut namanya secara langsung, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengonfirmasi bahwa satu nama tersangka yang sudah ditetapkan merupakan nama yang sudah berseliweran di pemberitaan media sebelumnya.
Adapun, nama tersebut yakni M Kuncoro Wibowo yang sebelumnya telah dicegah ke luar negeri oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Kalau kemudian teman-teman membaca pemberitaan ada satu nama yang sudah beredar bahwa dia tersangka, kami konfirmasi itu betul. Satu di antaranya," terang Ali kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Ali menyampaikan bahwa ada tersangkan lainnya yang sudah ditetapkan oleh lembaga antirasuah. Namun demikian, nama-nama tersebut akan diinformasikan selanjutnya.
"Ada lebih dari satu," lanjut Ali, ketika ditanya berapa pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga
Untuk diketahui, KPK telah mengajukan enam orang kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham untuk dicegah bepergian ke luar negeri. Salah satunya dikonfirmasi yakni mantan Direktur Utama PT Transjakarta (Perseroda) M Kuncoro Wibowo.
Pengajuan cegah tersebut untuk enam bulan ke depan dari Februari 2023 hingga Juli 2023, dan dapat diperpanjang sesuai dengan keperluan. Hal tersebut dilakukan agar pihak-pihak yang dicekal bisa memenuhi panggilan tim penyidik sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
"Benar, sebagai rangkaian dari proses dan kebutuhan penyidikan, KPK mengajukan tindakan cegah agar tidak melakukan perjalanan keluar negeri ke Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI terhadap 6 orang yang diduga terkait dengan perkara ini," ujar Ali dalam keterangan tertulis, Rabu (16/3/2023).
Sebelumnya, KPK menduga kasus korupsi tersebut merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. Angka pasti kerugian sebab pidana itu masih akan dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun tim auditor internal KPK.