Bisnis.com, JAKARTA - Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak menampik bahwa pernah ada diskriminasi pada pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menilai bahwa hal tersebut terjadi karena terjadinya defisit beberapa tahun lalu.
Ghufron mengatakan, layanan pasien BPJS kerap dibatasi. Sehingga menurutnya ada pasien yang dilayani di basement Rumah Sakit (RS).
"Karena defisit, bayarnya telat, dianggap kurang, sehingga RS ya gimana "udah tiga hari aja." Contoh lagi sebuah rumah sakit ya, [pasien] BPJS itu di basement," kata Ghufron kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (14/4/2023).
Ghufron pun kemudian menindak tegas, bahkan tidak segan memutuskan kerja sama dengan RS yang mendiskriminasi pasien. Terlebih menurutnya tidak ada kebijakan yang membeda-bedakan pasien BPJS.
Dirinya pun berharap tidak ada perbedaan karena itu melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021. Selain itu juta melanggar sumpah dokter.
Baca Juga
"Kalau kita sudah sumpah dokter tidak boleh membedakan pasien berdasarkan entah agama, suku, dan status sosial ekonomi," katanya.
BPJS juga telah sepakat dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menaikkan tarif yang harus dibayarkan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Tingkat Lanjutan Rujukan (FKTRL). Dia pun berharap hal tersebut dapat meningkatkan layanan kesehatan bagi masyarakat.
Diketahui, kepesertaan BPJS Kesehatan telah mencapai 252,17 juta jiwa per 1 Maret 2023. Artinya 90,79 persen dari total penduduk Indonesia telah menjadi peserta program JKN.