Bisnis.com, JAKARTA - Jepang mencatat total angka kelahiran paling rendah dalam sejarahnya. Penurunan angka kelahiran ini terus mengancam populasi di Jepang yang semakin menua.
Kementerian Kesehatan Jepang melaporkan bahwa jumlah bayi lahir hanya sebanyak 799.728 pada 2022 atau turun 5,1 persen dari tahun sebelumnya. Angka ini menjadi yang terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1899.
Sebaliknya, jumlah kematian naik 8,9 persen menjadi 1,58 juta untuk periode yang sama.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (28/2/2023), penurunan jumlah kelahiran semakin mempersulit Jepang dalam melakukan regenerasi tenaga kerja. Hal ini berpotensi mengancam stabilitas ekonomi negara bunga sakura tersebut.
Selain ancaman tenaga kerja, Jepang nantinya juga harus mengeluarkan anggaran yang lebih banyak untuk mengantisipasi pembekakan biaya perawatan warga lanjut usia.
"Kami menyadari bahwa penurunan angka kelahiran adalah situasi yang kritis. Berbagai faktor saling terkait secara rumit, mencegah individu untuk mewujudkan harapan mereka untuk menikah, melahirkan anak, dan membesarkan anak." kata Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihiko Isozaki.
Pemerintah Jepang sendiri telah berusaha untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja. Mereka mendorong lebih banyak perempuan untuk bekerja dan menerima beberapa imigran.
Adapun, Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida telah menjadikan dukungan untuk anak-anak dan keluarga sebagai prioritas.
Yoshihiko menjelaskan pemerintah akan melaksanakan kebijakan pengasuhan anak dan keluarga serta menyajikan kerangka kerja untuk menggandakan anggaran bagi mereka.
Pemerintah juga telah mengalokasikan US$35,2 miliar dari anggaran tahun fiskal 2023 untuk sebuah badan baru yang didedikasikan bagi anak-anak dan keluarga mereka.