Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Difteri jadi KLB di Garut, Menkes: Lagi-lagi karena Vaksinasi Kurang

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap alasan dibalik penetapan penyakit difteri sebagai kejadian luar biasa (KLB) di Garut. 
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin /. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin /. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap alasan dibalik penetapan penyakit difteri sebagai kejadian luar biasa (KLB) di Garut. 

Menurutnya, kemunculan KLB difteri ini terjadi karena ada penurunan angka vaksinasi selama pandemi Covid-19 berlangsung. 

"Difteri di Garut ini terjadi karena memang vaksinasinya gara-gara Covid-19 ini kan kita agak berkurang jadi nanti akan kita tangani," ujarnya kepada wartawan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu (22/2/2023). 

Budi tak menampik bahwa kondisi tersebut membuat berbagai pihak lebih memilih untuk meningkatkan cakupan vaksinasi Covid-19 sebagai prevensi terhadap penyebaran Virus Corona.  

Selain difteri, ujarnya, penurunan cakupan vaksinasi wajib juga telah disimpulkan sebagai penyebab dari munculnya kasus baru polio di Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia bahkan telah dinyatakan terbebas dari penyakit tersebut sejak 2014 lalu. 

Lebih lanjut, mantan wakil menteri BUMN itu menyampaikan bahwa pihaknya telah berhasil mengidentifikasi daerah-daerah dengan cakupan vaksinasi difteri yang terbilang rendah. Sementara untuk membantu penanganan para korban, Kemenkes pun sudah mengirimkan bantuan tim medis ke wilayah terdampak. 

"Ini kejadiannya kaya polio kan, pada saat Covid-19 karena banyak energi habis untuk vaksinasi itu jadi beberapa imunisasi anak ketinggalan, kita sudah liat daerah-daerah mana yang kurang [vaksin] difteri, nanti kita kejar,”  terang Budi. 

Sebelumnya, pemerintah Kabupaten Garut menetapkan status KLB Difteri setelah mendapatkan laporan 7 warga yang diduga meninggal dunia akibat terpapar virus difteri. 

Ketua Tim Surveilans Dewi Ambarwati mengatakan, kasus pertama dilaporkan pada 6 Februari 2023. Selanjutnya, jumlah kasus semakin bertambah hingga akhirnya kasus teranyar teridentifikasi pada 19 Februari lalu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper