Bisnis.com, JAKARTA – Penasihat hukum terdakwa perkara dugaan korupsi alih fungsi lahan di Riau dan pencucian uang, Surya Darmadi, Juniver Girsang menuding jaksa diskriminatif terhadap kilennya.
Juniver mengungkapkan semua keberatan pihak Surya Darmadi dalam nota pembelaan atau pledoi berjudul "Penegakan Hukum dengan Melanggar Hukum, Penuntut Umum Mengabaikan Undang-undang Cipta Kerja" di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2023).
Semula, Surya Darmadi akan membacakan nota pembelaan atau pleodinya sendiri. Namun, karena masih ada sejumlah perbaikan, bos Duta Palma Group itu memilih mewakilkan kepada penasihat hukumnya.
Secara garis besar, Surya Darmadi menilai bahwa ada perlakuan diskriminatif lantaran hanya dirinya yang dituduh melakukan korupsi terkait kegiatan usaha perkebunan kepala sawit di kawasan hutan tanpa izin.
Padahal, pihaknya mengklaim telah secara resmi mengirim surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyusul adanya Undang-undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja, terkait dengan perizinan PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, dan PT Seberida Subur.
"Namun, yang sangat mengagetkan bagaikan disamber petir di siang bolong, bukannya mendapatkan izin atau diproses sesuai dengan UU Cipta Kerja, malahan Surya Darmadi diproses pidana dengan tuduhan korupsi karena melakukan kegiatan usaha perkebunan kepala sawit di kawasan hutan," ucap kuasa hukum Juniver Girsang di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2023).
Baca Juga
Di sisi lain, terdapat 1.192 perusahaan yang memilik lahan di atas kawasan hutan yang belum memiliki perizinan di bidang kehutanan berdasarkan Surat Keputusan (SK) 531/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2021.
"Artinya mereka juga melakukan kegiatan yang telah terbangun di kawasan hutan. Selain itu terdapat ribuan perusahaan dengan luas kurang lebih jutaan hektare yang ternyata tumpang tindih. Namun, hanya terdakwa Surya Darmadi yang diperlakukan secara diskriminatif, diproses, dan dijadikan terdakwa korupsi," lanjutnya.
Selanjutnya, kuasa hukum juga menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan kliennya patuh kepada aturan Negara dengan berkontribusi melalui pembayaran pajak. Mereka mengeklaim perusahaan-perusahaan Surya telah membayar total pajak kepada Negara sebesar Rp93,7 miliar untuk pajak bumi dan bangunan (PBB), serta Rp621,4 miliar untuk PPh Badan.
"Memperlihatkan bahwa tidak adanya mens rea berupa niat jahat dari terdakwa dalam menjalankan usahanya karena semua dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan semua telah diaudit oleh kantor akuntan publik secara transparan," lanjut oleh anggota tim kuasa hukum Riska Elita.
Tidak hanya itu, kuasa hukum turut menepis tuduhan jaksa terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Mengutip salah satu saksi ahli, diterangkan bahwa perbuatan Surya selaku pemilik Duta Palma Grup dalam hal membelanjakan maupun menempatkan harta kekayaannya sah dan tidak melanggar hukum.
"Apalagi tergolong tindak pidana pencucian uang, karena semuanya itu tidka masuk dalam kategori transaksi keuangan mencurigakan," lanjut Riska.
JAKSA TAK HORMATI UU CIPTAKER
Sebelumnya, kuasa hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang, mengatakan bahwa JPU tidak menghormati UU Cipta Kerja. Omnibus law itu, lanjutnya, masih mengakomodasi pengusaha perkebunan kelapa sawit yang usahanya telah terbangun di dalam kawasan hutan namun belum memiliki perizinan di bidang kehutanan.
UU sapu jagad itu memberikan batas waktu selama tiga tahun setelah diteken untuk pengusaha mengurus perizinannya. Namun, jaksa malah menuntut Surya lantaran melanggar sejumlah ketentuan perizinan tersebut.
"Ternyata Kejaksaan sangat tidak menghargai dan menghormati UU Cipta Kerja, yang sudah dengan tegas menyatakan keterlanjuran pengusaha bisa diakomodasi dalam waktu tiga tahun. Tidak dikenakan tindak pidana, dan pada mereka hanya administrasi," katanya, Senin (6/2/2023).
Adapun, Bos Duta Palma Group, Surya Darmadi, dituntut hukuman pidana kurungan penjara selama seumur hidup. JPU juga menuntut pengusaha sawit itu denda Rp1 miliar dan mengganti kerugian negara hingga puluhan triliun rupiah.
Pada surat tuntutan, jaksa meminta kepada Majelis Hakim untuk menyatakan bos sawit itu terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Menghukum terdakwa Surya Darmandi dengan pidana penjara selama seumur hidup," demikian isi tuntutan yang ditandatangani oleh oleh JPU Muhammad Syarifudin di PN Jakarta Pusat, Senin (6/2/2023).
Selain pidana seumur hidup, Surya juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar subsidair kurungan enam bulan penjara.
Tidak hanya itu, bos Darmex Group/Duta Palma Group itu harus mengganti kerugian keuangan maupun perekonomian negara dengan nilai hingga triliunan rupiah.