Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi meminta seluruh negara anggota Bali Process Ministerial Conference (BPMC) untuk responsif terhadap tren yang kini tengah berkembang di kawasan, termasuk penyalahgunaan teknologi sebagai alat kejahatan.
Pasalnya, teknologi kini telah menjadi salah satu alat terjitu bagi para pelaku untuk melakukan tindak pidana perdagangan manusia.
Retno mengatakan, perkembangan teknologi kemudian menjadi kesulitan tersendiri bagi pemerintah.
Menurutnya, penggunaan teknologi membuat pemerintah sulit untuk mengidentifikasi aksi perdagangan manusia yang terjadi di wilayah mereka.
Tindak pidana yang sulit untuk diidentifikasi itu membuat para korban, terutama wanita akan semakin rentan mengalami tindakan kekerasan.
"Pelaku kejahatan tindak pidana perdagangan orang juga semakin canggih, menggunakan teknologi untuk melakukan aksi mereka," ujarnya dalam pertemuan Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crima (BPMC) dikutip Sabtu (11/2/2023).
Untuk itu, dalam pertemuan yang dipimpin Retno bersama dengan Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong, dirinya merekomendasikan tiga hal yang akan menjadi fokus dari BPMC.
Ketiga rekomendasi itu adalah memperkuat upaya pencegahan perdagangan manusia, memerangi penyalahgunaan teknologi sebagai alat kejahatan, serta mengoptimalkan pengaruh dari pertemuan BPMC dalam meminimalisir tindak pidana perdagangan manusia.
Di sisi lain, Retno membenarkan bahwa tindak pidana perdagangan orang kini semakin kompleks. Menurutnya, hal ini terjadi lantaran adanya peningkatan jumlah migran iregular.
Adapun, migran ireguler merupakan fenomena yang terjadi ketika seseorang masuk atau tinggal di suatu negara tanpa memiliki status kewarganegaraan negara tersebut dan telah melanggar hukum imigrasi atau peraturan yang berlaku.
Berdasarkan data terakhir Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Pengungsi (UNHCR), sekitar 10,9 juta orang di Asia Pasifik terancam terusir secara paksa pada tahun ini.
"Penyebabnya beragam, mulai dari konflik perubahan iklim hingga kesulitan ekonomi," jelasnya.