Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memulihkan atau mengembalikan aset negara dari hasil tindak pidana korupsi senilai Rp575,74 miliar pada 2022.
Nilai aset yang dipulihkan itu meningkat dari tahun sebelumnya yakni Rp416,94 miliar pada 2021, atau meningkat sebesar 38 persen.
"Ini juga lebih besar berkali-kali lipat dari target yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yaitu Rp141,7 miliar, atau capainnya mencapai 294,25 persen," jelas Ketua KPK Firli Bahuri pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Kamis (9/2/2023).
*Secara rinci, nilai pengembalian aset itu berasal dari denda, uang pengganti, dan rampasan dari tindak pidana korupsi yang ditangani KPK. Aset yang bersumber dari denda pada 2022 tercatat sebesar Rp45,17 miliar, uang pengganti sebesar Rp195,74 miliar, dan rampasan sebesar Rp333,83 miliar.*
Untuk diketahui, peningkatan pengembalian aset itu sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.105/2021 tentang Lelang Benda Sitaan KPK.
Sementara itu, dalam paparannya, KPK menyebut nilai pemulihan aset pada 2022 itu berdasarkan nilai aset yang telah disetorkan ke kas negara per Desember 2022.
Baca Juga
Adapun pengembalian aset atau asset recovery merupakan salah satu program prioritas nasional KPK yang juga mencakup program lain seperti Indeks Integritas Nasional, Stranas PK, dan Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi.
UPAYA BURU DPO
Kendati kinerja pengembalian aset terlihat mengalami peningkatan, lembaga antirasuah mengaku bahwa adanya kesulitan lain yang dihadapi, yakni memburu tersangka yang masul daftar pencarian orang (DPO).
Dari 21 DPO sejak KPK berdiri, 17 sudah ditangkap. Teranyar yakni mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Izil Azhar, yang merupakan tersangka kasus dugaan gratifikasi proyek pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam.
Kini, KPK masih harus memburu empat orang DPO lagi. Namun, beberapa tersangka disebut telah berganti identitas dan mendapatkan paspor negara lain. Salah satunya adalah Paulus Tannos.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan tersangka perkara kasus pengadaan paket KTP Elektronik periode 2011-2013 itu telah berganti identitas. Bahkan, paspor dari Paulus telah diterbitkan oleh negara lain.
"Tersangka PT [Paulus Tannos] ada di luar negeri dan bahkan sudah berganti identitas. Artinya indikasi semacam itu perlu juga diantisipasi," ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih, Rabu (8/2/2023).