Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atau judicial review terhadap sejumlah pasal pada Undang-Undang (UU) No.19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Permohanan tersebut dibacakan oleh Anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Supriansa, selaku perwakilan parlemen pada sidang lanjutan uji UU No.19/2010 tentang KPK di ruang sidang MK, Selasa (7/2/2023).
Seperti diketahui, permohan judicial review itu diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengenai batasan usia calon pimpinan lembaga antirasuah, yang diatur dalam pasal 29 e dan 34.
"DPR RI memohon agar kiranya Ketua Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan menyatakan bahwa pemohon [Nurul Ghufron] tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing, sehingga permohonan a quo tidak dapat diterima," ujar Supriansa secara virtual, Selasa (7/2/2023).
Tidak hanya itu, dia juga meminta agar MK menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau setidaknya menyatakan permohanan tidak dapat diterima.
Di sisi lain, DPR meminta MK untuk menerima keterangan DPR yang disampaikan secara keseluruhan mengenai pasal-pasal terkait khususnya pasal 29 e dan 34 UU KPK.
Baca Juga
MK juga diminta untuk menyatakan dua pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945, dan tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Memerintahkan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya, dan apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," ucap Supriansa.
Pada keterangan di sidang tersebut, DPR berpandangan bahwa permohohan persyaratan usia agar seseorang bisa menduduki jabatan dalam sebuah lembaga negara sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai tata tertib administrasi dan wujud kepastian hukum.
Kemudian, perbedaan pengaturan batas usia pimpinan KPK pada peraturan perundang-undangan sudah sesuai dengan pertimbangan pembentuk UU dengan sejumlah aspek pertimbangan kondisi saat itu.
Lalu, DPR juga menilai kriteria batas usia untuk pimpinan KPK, yang berbeda-beda dengan lembaga-lembaga negara lainnya, tidak memiliki relevansi dalam status kependudukan dan derajat lembaga lantaran tidak berdampak pada pelaksanaan kewenangan maupun fungsi utama KPK.
"Namun, pemohon masih dijamin haknya untuk mengajukan diri kembali sebagai pimpinan KPK sepanjang memenuhi persyaratan dalam ketentuan Undang-undang khususnya mengenai batas usia," lanjut Supriansa.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menggugat UU KPK ke MK mengenai pasal soal batas usia pencalonan pimpinan lembaga tersebut.
Untuk diketahui, pasal 29 e menyebutkan persyaratan usia minimal 50 tahun dan maksimal 65 tahun saat diangkat sebagai pimpinan KPK. Sementara itu, dalam penjelasannya Ghufron baru berusia 49 tahun pada akhir masa jabatannya nanti.
Alhasil, jika mengacu pada aturan tersebut, maka Ghufron tidak dapat mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK.
"Pasal 29 huruf e UU KPK dimaksud meniadakan hak untuk dipilih kembali menjadi pimpinan KPK untuk sekali masa jabatan selanjutnya sehingga melanggar hak konstitusional untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak," kata Ghufron, pada pemberitaan sebelumnya.
Dengan demikian, dalam petitumnya, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember itu meminta agar pemaknaan pasal tersebut diganti menjadi berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan.