Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PDIP Jawab Kritik AHY Soal Utang Pemerintahan Jokowi

Said Abdullah menyayangkan profil utang pemerintah dijadikan komoditas politik oleh kelompok oposisi.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah dari Fraksi PDIP./Dok. DPR
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah dari Fraksi PDIP./Dok. DPR

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Perekonomian Said Abdullah menyayangkan profil utang pemerintah dijadikan komoditas politik oleh kelompok oposisi.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritisi terkait jumlah utang pemerintah yang menumpuk dan cadangan devisa menipis.

Meski begitu, Said menilai bahwa tata kelola kebijakan utang pemerintah masih dalam profil yang wajar. Menurutnya, ada empat pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memberikan penilaian terhadap utang pemerintah.

“Antara lain, ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perbandingan kebijakan utang dari berbagai negara, terutama dari negara-negara yang sepadan dengan Indonesia, credit rating dari berbagai lembaga internasional, dan kebijakan mitigasi risiko pengelolaan utang pemerintah,” jelas Said dalam keterangan tertulis, Senin (30/1/2023).

Terkait peraturan, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR itu mengatakan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara mengatur batas atas pinjaman pemerintah maksimal sebesar 60 persen dari PDB. Mengacu pada laporan pemerintah melalui APBN 2022, rasio utang pemerintah hingga Desember 2022 mencapai setara 39,57 persen PDB.

“Sehingga tidak ada norma peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh pemerintah dalam menjalankan kebijakan utang,” ujar Said.

Lalu, jika dibanding negara yang sepadan, dia juga menilai utang pemerintahan Jokowi masih lebih rendah rasionya. Dia menyebut utang India yang utangnya mencapai 89,26 persen dari PDB mereka, Malaysia (63,3 persen), Filipina (60,4 persen), Afrika Selatan (69,9 persen), Thailand (59,6 persen), dan Vietnam (39,6 persen).

Jika berdasarkan kredit rating lembaga internasional, Said melansir Lembaga Pemeringkat Kredit Fitch Ratings dan Standard & Poor's (S&P) yang memberikan penilaian terhadap utang pemerintah pada posisi BBB outlook stable.

Lalu, lembaga Rating & Investment (R&I) dan Japan Credit Rating Agency (JCR) yang penilaiannya di level BBB+ outlook stable, serta Moody’s memberikan yang memberikan penilaian Baa2 outlook stable.

“Penilaian berbagai lembaga kredibel internasional di atas menjelaskan bahwa utang pemerintah di level moderat. Penilaian ini menjelaskan bahwa kebijakan utang pemerintah tidak ugal-ugalan seperti prasangka buruk oposisi dan kalangan manula post power syndrome yang mendistorsi informasi ke rakyat,” ujarnya.

Terakhir, Said juga berpendapat pemerintah telah menjalankan kebijakan mitigasi risiko utang yang berlapis. Dia mencontohkan, kepemilikan asing terhadap utang pemerintah terus menurun, yang pada 2019 mencapai 38,57 persen, kini per-Desember 2022 mencapai 14,36 persen.

Lalu, lanjutnya, pemerintah juga telah membuat perencanaan tata kelola kebijakan utang pada rentang 2023-2026 dengan acuan besaran utang tingkat bunga variabel terhadap total outstanding maksimal 20 persen.

Serta, utang jatuh tempo kurang dari satu tahun terhadap total outstanding maksimal 12,5 persen, average time to maturity/ATM minimum 7 tahun, besaran pembayaran bunga utang terhadap PDB maksimal 3 persen, dan mematok tingkat utang terhadap PDB pada kisaran 40 persen.

“Gambaran di atas semoga memberikan informasi yang sejernih-jernihnya terhadap tata kelola utang yang dijalankan oleh pemerintah. Kita berharap rakyat dapat mencerna informasi dengan utuh dan tidak termakan framing informasi politik yang menyesatkan,” tutup Said.

Sebagai informasi, AHY menuturkan bahwa dari utang yang terus menumpuk ditambah dengan menipisnya cadangan devisa, akan mengancam masa depan para pekerja di Indonesia.

“Utang luar negeri kita terus menumpuk sedangkan cadangan devisa kita menipis karena harus menahan nilai tukar rupiah yang belakangan melamah. Kita juga tahu gelombang phk massal terjadi di sana sini, ini semua mengancam masa depan dan nasib para buruh dan pekerja nasional kita,” ujar AHY seperti dikutip dari unggahan Twitter @PDemokrat, Rabu (18/1/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper