Bisnis.com, JAKARTA - Muhammadiyah mendorong agar pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup atau terbuka terbatas karena dinilai lebih efisien dan efektif.
Sebagai informasi, sistem pemilu saat ini adalah proporsional terbuka sehingga masyarakat bisa memilih langsung wakilnya di DPR atau DPRD.
Sedangkan sistem proporsional tertutup atau terbuka terbatas berarti masyarakat hanya mencoblos partai politik (parpol), sehingga nantinya parpol itu yang menunjukkan kadernya untuk menduduki kursi DPR dan DPRD.
"Mekanisme pemilihannya perlu diperbaiki ke arah yang lebih efisien dan efektif, misalnya melalui sistem pemilu tertutup atau terbuka terbatas serta pemilihan eksekutif terintegrasi," cuit Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti di akun Twitter-nya, @Abe_Mukti, Selasa (3/12/2022).
Abdul menjelaskan, hasil Muktamar ke-48 Muhammadiyah berkesimpulan sistem dan pelaksanaan pemilu saat ini penuh masalah karena menghasilkan budaya politik uang dan politik identitas.
Oleh sebab itu, lanjutnya, tak heran jika pemilu malah melahirkan praktek oligarki kekuasaan yang secara substantif bertentangan dengan demokrasi.
Baca Juga
"Karena itu Muhammadiyah memandang bahwa sistem proporsional terbuka dalam pemilu legislatif perlu diubah," jelasnya.
Meski begitu, dia menegaskan pemilihan presiden, gubernur, bupati, dan wali kota tetap harus secara langsung.
Oleh sebab itu, Muhammadiyah juga mendorong adanya sebuah mekanisme kontrol agar proses dan produk perundang-undangan maupun peraturan pemerintahan hingga ke kementerian tidak bersifat oligarkis, monolitik, serta tertutup melainkan melibatkan aspirasi publik.
Meski begitu, dia tak menjelaskan mekanisme kontrol seperti apa yang dimaksud.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari berbicara mengenai kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024.
Sebab, lanjutnya, saat ini ada yang mengajukan uji materi terkait aturan proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi itu sedang berproses di MK dengan nomor 114/PUU-XX/2022.
Para pemohonnya adalah Demas Brian Wicaksono (kader Partai PDI Perjuangan), Yuwono Pintadi (kader Partai NasDem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.