Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat mengomentari keinginan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghentikan perang dengan Ukraina.
"Tujuan kami bukan untuk memutar roda konflik militer, tetapi sebaliknya, untuk mengakhiri perang ini, Kami akan berusaha untuk mengakhiri ini, dan tentu saja lebih cepat lebih baik." kata Putin sebagaimana dilansir dari Aljazeera pada Jumat (23/12/2022).
Meski demikian, keinginan Putin ini tampaknya akan dipandang skeptis oleh Ukraina, Amerika Serikat (AS), dan sekutu mereka.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan bahwa Putin sama sekali tidak menunjukkan bukti bahwa dia bersedia bernegosiasi untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama 10 bulan itu.
"Justru sebaliknya. Semua yang Putin lakukan di darat dan di udara menunjukkan seorang pria yang ingin terus melakukan kekerasan terhadap rakyat Ukraina, dan meningkatkan perang". jelas John.
Kirby mengungkapkan bahwa Presiden AS Joe Biden sangat terbuka untuk berdiskusi dengan Putin. Namun, Putin tampak tidak menunjukan keseriusan terkait negosiasi.
Baca Juga
Di sisi lain, AS berencana mengirimkan sistem rudal Patriot ke Ukraina untuk memperkuat pertahanannya terhadap serangan Rusia.
Bantuan ini merupakan sistem pertahanan udara Patriot yang akan menjadi aset penting untuk membela rakyat Ukraina dan menjaga infrastrukturnya dari serangan keji Rusia.
Biden mengungkapkan paket bantuan militer ini senilai US$1,85 miliar atau Rp28,77 triliun kepada Ukraina. Bantuan tersebut termasuk satu baterai rudal Patriot dan bom berpemandu guna memperkuat pertahanan Ukraina pada musim dingin ini.
Radar rudal Patriot juga dapat melacak hingga 50 target dan menyerang lima di antaranya sekaligus. Tergantung pada versi yang digunakan, rudal pencegat dapat mencapai ketinggian lebih dari 2 kilometer dan mencapai target hingga 160 kilometer jauhnya.
"Kami akan melatih pasukan Ukraina tentang cara mengoperasikan baterai rudal Patriot di negara ketiga. Ini akan memakan waktu, tetapi pasukan Ukraina akan membawa pelatihan itu kembali ke negara mereka untuk mengoperasikan baterai ini," jelas seorang pejabat, Raytheon.