Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Santoso menilai program deradikalisasi para narapidana terorisme oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kurang tepat.
Pernyataan tersebut dilontarkan Santoso karena pelaku bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Bandung terindikasi sebagai mantan narapidana terorisme.
“[Program deradikalisasi] metodenya kurang tepat, sehingga orang yang sudah dibina tetap melakukan tindakan terorisme,” ujar Santoso saat dihubungi, Rabu (7/12/2022).
Oleh sebab itu, dia meminta program pembinaan para narapidana terorisme harus dievaluasi. Dengan begitu, lanjutnya, mereka tak memiliki dendam kepada negara.
“Agar tidak terulang kembali. Ini kan sudah jelas ini, orang ini memiliki dendam ini terhadap negara,” ucap Santoso.
Bahkan, dia mengatakan Komisi III kemungkinan akan memanggil BNPT untuk menanyakan terkait program-program deradikalisasi narapidana terorisme. Berbagai program tersebut, lanjutnya, jangan fokus untuk peneyrapan anggaran.
Baca Juga
“Program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT jangan hanya berorentasi pada penyerapan anggaran tapi benar-benar membentuk sikap toleran antar-anak bangsa atas adanya perbedaan dan pandangan politik,” jelasnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkap, bahwa pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar terafiliasi jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD)
“Pelaku terafilasi JAD Bandung atau Jabar dan tim terus bekerja menuntaskan peristiwa terjadi,” ujar Listyo di Bandung, Rabu (7/12/2022).
Dia mengatakan bahwa hasil ini berdasarkan hasil dari face reconigtion dan hasil sidik jari. Selain itu, pelaku merupakan mantan narapidana teroris yang pernah ditangkap terkait peristiwa bom Cicendo.
“Dari face reconigtion identik pelaku Agus Sujarno atau Agus Muslim, pernah ditangkap karena peristiwa bom Cicendo, Bandung, Jawa Barat dan dihukum 4 tahun di bulan September/Oktober 2021 bebas,” tukasnya.