Bisnis.com, JAKARTA - Pesawat tempur Israel kembali menyerang Jalur Gaza, Palestina, setelah sebuah roket meledak di Israel selatan.
Insiden itu terjadi saat ketegangan meningkat di Tepi Barat dan menewaskan sedikitnya 10 warga Palestina sejak pekan lalu.
Militer Israel mengatakan serangan udara pada Minggu (4/12/2022) menargetkan fasilitas pembuatan senjata dan terowongan bawah tanah milik Hamas.
“Serangan semalam melanjutkan kemajuan untuk menghambat pembangunan pasukan," kata tentara Israel, seperti dilansir dari Aljazeera, Minggu (4/12/2022).
Hingga kini tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas roket tersebut, yang dilaporkan sebagai tembakan pertama dalam sebulan.
Menurut militer Israel roket itu mendarat di area terbuka dekat pagar Gaza-Israel pada Sabtu (3/12/2022) malam tanpa menimbulkan korban atau kerusakan properti.
Baca Juga
Serangan udara di Gaza terjadi usai kemarahan atas pembunuhan seorang pemuda Palestina, Ammar Mufleh (23) oleh seorang tentara Israel pada Jumat siang dan terekam dalam sebuah video.
Rekaman itu memicu kemarahan yang meluas di kalangan warga Palestina dan menyerukan media sosial untuk meningkatkan perlawanan terhadap pendudukan Israel.
Kementerian luar negeri Palestina mengutuk penembakan Mufleh sama seperti tindakan eksekusi.
Aktivis Palestina dan pengguna media sosial telah menyerukan tagar "Eksekusi Huwara" dalam bahasa Arab, menuntut tanggapan atas kejahatan pasukan Israel itu.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menyatakan keprihatinan atas meningkatnya tingkat kekerasan di Tepi Barat tersebut.
“Selama hari-hari terakhir saja, 10 warga Palestina telah dibunuh oleh ISF [Pasukan Keamanan Israel]. Pembunuhan tragis kemarin terhadap seorang pria Palestina, Ammar Mifleh, oleh anggota ISF adalah contoh terbaru,” kata Borrell.
Lebih lanjut, Borrell menegaskan bahwa tindakan itu harus ada pertanggung jawaban penuh di bawah hukum internasional.
“Fakta yang tidak dapat diterima seperti itu harus diselidiki dan harus ada pertanggungjawaban penuh. Di bawah hukum internasional, kekuatan mematikan hanya dibenarkan dalam situasi di mana terdapat ancaman serius dan segera terhadap kehidupan,” katanya.
Sementara itu, meningkatnya kekerasan telah menjadikan tahun 2022 sebagai tahun paling mematikan dengan setidaknya 207 warga Palestina tewas di wilayah pendudukan Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur sepanjang tahun ini.