Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampil cukup memukau dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali. Dia membuka ajang pertemuan akbar tersebut dengan penuh optimisme.
Jokowi menekankan pentingnya kolaborasi untuk mengatasi tantangan yang menghujam dunia secara bertubi-tubi.
"Bagi saya G20 harus berhasil, tidak boleh gagal," ujar Jokowi dalam KTT, Selasa (15/11/2022) kemarin.
Jokowi memang telah menyiapkan ajang G20 dengan penuh detail. Tidak boleh ada yang kelewat. Kepala negara bahkan kerap mengecek langsung kesiapan Bali untuk menyambut salah satu gelaran pertemuan pimpinan dunia paling bergengsi tersebut.
Langkah Jokowi ini sebenarnya juga dilakukan oleh para kepala negara pada masa lalu. Presiden Soekarno, misalnya, juga melakukan hal yang sama. Bung Karno juga menginspeksi langsung persiapan Konferensi Asia Afrika (KAA). KAA berlangsung di Bandung April 1955 silam atau lebih dari 67 tahun lalu.
Salah satu cerita menarik disampaikan oleh jurnalis senior, Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil Indonesia Jilid 2. Rosihan menukil cerita Roeslan Abdulgani yang dimuat dalam buku sejarawan Belanda Lambert Gilbert berjudul Sukarno President - Biografie 1950-1970.
Baca Juga
Roeslan adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) KAA yang pada waktu ikut bertanggung jawab terhadap suksesnya acara KAA di Bandung. Syahdan, persiapan pelaksanaan konferensi tersebut berlangsung. Namun ada yang mengganjal. Saat itu Soekarno dan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo sedang terlibat perang dingin.
Perang dingin antara dua tokoh Orde Lama itu, kata Roeslan, tidak ada sangkut pautnya dengan substansi penyelenggaraan KAA. Keduanya berseteru hanya karena proses renovasi Gedung Concordia, sekarang namanya diubah menjadi Gedung Merdeka, yang sangat sederhana.
Sukarno sebagai seorang arsitek dan tentu saja revolusioner, sangat sinis dengan progres renovasi tersebut.
Roeslan, demikian kata Rosihan, kena getahnya. Soekarno mengumpat kepada Roeslan dengan menyebut renovasi gedung Concordia dengan kata-kata Belanda, saai en onopvallend atau membosankan dan biasa-biasa saja. "Dengan sarjana hukum orang tidak bisa membuat revolusi!"
Kata-kata Soekarno itu sebenarnya bukan ditujukan kepada Roeslan. Dia mengarahkannya kepada PM Ali. PM Ali adalah seorang tokoh politik yang pada waktu itu bergelar Meester in de Rechten dari Universitas Leiden.
Kelak, tulis Roeslan, rupanya kemarahan Sukarno bukannya tanpa alasan. Proses renovasi ternyata tidak bisa berjalan optimal karena dua hal yakni biaya yang banyak dan proses renovasi yang membutuhkan banyak waktu. "PM Ali tidak bersedia memberikan duit."
Inggris Aksen Jawa
Seperti Jokowi yang kerap disorot soal kefasihannya berbahasa Inggris. Bahasa Inggris Soekarno saat berpidato di KAA juga demikian. Roeslan Abdulgani bahkan berseloroh bahwa gaya pidato Bung Karno dengan istilah English with a Javanese Accent.
Sepanjang pidato tersebut, Bung Karno menyinggung banyak hal. Isu yang paling utama diangkat adalah tentang kolonialisme dan bangkitnya kolonialisme gaya baru. Dia menyebutkan bahwa orang sering beranggapan bahwa kolonialisme sudah mati.
"Saya bangga negeri saya adalah tuan rumah anda," ujar Soekarno dalam pidato tersebut.
Namun menurut Soekarno selama bangsa-bangsa di Asia dan Afrika belum merdeka, kolonialisme masih menancap begitu kuat. Soekarno, kata Rosihan, bahkan menganggap kolonialisme telah berubah rupa. Kolonialisme telah memakai busana modern dalam bentuk kontrol ekonomi, intelektual, maupun fisik aktual.
Soekarno kemudian mengajak negara Asia dan Afrika untuk membebaskan diri dari cengkraman dan memerangi bahaya laten kolonialisme. "Kolonialisme adalah hal yang jahat dan harus dibasmi dari muka bumi."