Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eks Menkes Siti Fadilah Ungkap Penyebab Gangguan Ginjal Akut

Eks Menkes Siti Fadilah Supari menduga kandungan etilen glikol dan dietilen glikol bukan satu-satunya penyebab gangguan ginjal akut.
Tangkapan layar - Mantan Menkes Siti Fadilah Suparri./Youtube
Tangkapan layar - Mantan Menkes Siti Fadilah Suparri./Youtube
Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menduga kandungan etilen glikol dan dietilen glikol pada sejumlah obat sirop yang beredar di Indonesia bukan merupakan satu-satunya penyebab dari gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia.  
 
Menurutnya, infeksi virus maupun Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 seharusnya juga dapat diindikasikan sebagai penyebab dari maraknya temuan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia. 
 
Selain itu, menurut Siti, maraknya temuan gangguan ginjal akut di Indonesia ini juga dapat dikaitkan dengan penggunaan vaksin Covid-19 primer hingga booster atau efek samping dari long Covid-19 yang bisa memicu berbagai gangguan masalah kesehatan baru. 
 
Menurutnya, keputusan pemerintah untuk segera menetapkan cemaran EG dan DEG pada obat sirop sebagai penyebab gangguan ginjal akut itu bukanlah keputusan yang tepat.
Alasannya, pemerintah bahkan belum pernah mengungkapkan berapa persen korban yang memang dinyatakan meninggal dunia usai mengonsumsi obat sirop yang mengandung EG dan DEG. 
 
Siti juga menyayangkan langkah pemerintah untuk memberhentikan sementara penjualan seluruh jenis obat sirop yang beredar di Indonesia. Pasalnya, hanya obat dengan kandungan EG dan DEG lebih dari 0,1 persen yang akan membahayakan bagi tubuh. 
 
"Tidak diumumkan seberapa banyak korban gangguan ginjal akut yang benar-benar dari obat sirop yang diminum. Pemerintah sudah mengatakan pasti karena tercemar ini, itu satu hal yang kurang betul. Caranya bukan begitu," jelas Siti dikutip dari kanal YouTube geloraTV, Jumat (28/10/2022).
 
Di sisi lain, dia juga menyoroti tentang fungsi pengawasan yang dijalankan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut Siti, BPOM saat ini hanya dibutuhkan untuk keperluan registrasi saja dan telah mengesampingkan fungsi pengawasannya. 
 
Perubahan itu lah yang pada akhirnya berujung pada kesalahan sistem ataupun tata kelola yang hingga saat ini, kata Siti, masih terus dijalankan oleh BPOM.
 
Kurangnya pengawasan maka membuat BPOM mau tak mau harus terus 'kecolongan' untuk mengeluarkan izin pada obat, makanan, maupun kosmetika yang nyatanya memang tidak memenuhi standar. 
 
"Karena perubahan peta politik, Indonesia harus masuk ke pasar bebas. Akibatnya adalah BPOM hanya untuk registrasi saja. BPOM harus nurut saja pada pabrik obat yang mendaftar. Kalau ada masalah, baru diteliti," kata Siti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper