Bisnis.com, JAKARTA - LBH Konsumen Jakarta mendukung somasi yang dilayangkan oleh Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Adapun, somasi yang dilayangkan oleh KKI pada Kamis (27/10/2022) itu berkaitan dengan pengumuman 133 nama obat sirop yang dinyatakan aman dari propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, gliserin/gliserol. Seluruh obat tersebut dinyatakan aman hanya berdasarkan registrasi awal obat dan bukan dari hasil pengujian laboratorium.
Direktur Eksekutif LBH Konsumen Jakarta Zentoni menjelaskan bahwa pengumuman terkait keamanan 133 obat sirop yang hanya didasarkan atas registrasi awal obat justru menjadi kelalaian BPOM sebagai lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran obat di Indonesia.
Menurutnya, kelalaian itu yang akhirnya menjadi penyebab utama kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia. Selain itu, kelalaian yang dilakukan oleh BPOM ini juga menunjukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
"Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah sangat jelas disebutkan bahwa Konsumen memiliki hak di antaranya hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa,” ungkap Zentoni dalam keterangan tertulis, Jumat (28/10/2022).
Zentoni pun mendesak BPOM untuk kembali melakukan pengujian terhadap seluruh produk yang sebelumnya telah mendapatkan izin edar, serta mengumumkan hasilnya kepada publik.
"Kami harap BPOM tidak lalai lagi ke depannya setelah ada somasi dari Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) dan memperhatikan kepentingan konsumen pengguna obat secara menyeluruh" kata Zentoni.
Sebelumnya, Ketua KKI David Tobing menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan somasi kepada BPOM yang selanjutnya ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Somasi tersebut dilayangkan setelah KKI menduga adanya potensi pembohongan publik terhadap pengumuman 133 obat sirop yang telah dinyatakan aman dari sejumlah senyawa berbahaya.
Respons BPOM
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) Penny K. Lukito telah merespons desakan pertanggungjawaban serta tudingan sejumlah pihak atas peredaran obat sirup yang diduga menjadi penyebab ratusan kasus cedera ginjal akut pada anak.
Penny menegaskan bahwa pihaknya telah mematuhi prosedur yang diawasi oleh peraturan kesehatan yang berlaku. Sebaliknya, dia menuding pihak-pihak tersebut tak memahami prosedur pemantauan produk obat.
“Mereka tidak bisa memahami proses [impor], bahan baku, lokasi produksi, siapa yang mengambil peran apa,” kata Penny dalam konferensi pada 27 Oktober 2022, dikutip dari Tempo.co.
Penny berpendapat, BPOM telah menjalankan tugasnya sesuai dengan pedoman standar Farmakope obat yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Oleh karenanya, BPOM tidak memiliki kewajiban untuk mengawasi produk obat jadi. Untuk menuntut pengawasan yang lebih baik, mereka mendesak Kementerian Kesehatan merevisi farmakope.
“Jadi, jangan menuntut tanggung jawab dari BPOM karena kami sudah melakukan yang terbaik,” kata Penny.
Terkait kandungan berbahaya dalam obat sirup, Penny menjelaskan, ada perubahan komposisi yang dilakukan oleh produsen farmasi yang tidak dilaporkan kembali ke BPOM.
Masalah utama berasal dari bahan baku baru yang digunakan oleh produsen obat yang tidak bersertifikat untuk produk farmasi. Penny bahkan menyebut produsen obat sudah melakukan hal tersebut sejak awal pandemi Covid-19.
"Sejak pandemi ini, mereka berganti pemasok menjadi pemasok bahan kimia. Jadi, banyak bahan baku mereka yang tidak memenuhi standar sertifikasi farmasi," katanya.
Terkait kemungkinan pelanggaran pidana dalam kasus ini, Penny menyerahkan kewenangan kepada pihak kepolisian.