Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaksanaan G20, Kesempatan Indonesia Pimpin Negara-negara Dunia Atasi Krisis Global

Sebagai tuan rumah Presidensi G20 2022, Indonesia punya peran penting memimpin kolaborasi mengatasi potensi-potensi krisis.
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto mengatakan bahwa sebagai tuan rumah Presidensi G20 2022, Indonesia punya peran penting memimpin kolaborasi agar potensi-potensi krisis dapat segera dieliminasi.

Apalagi, disebutnya dampak pandemi terhadap ekonomi yang masih membekas dan situasi geopolitik yang makin memanas menyebabkan rantai pasok global terimbas. Kolaborasi kepemimpinan mutlak dibutuhkan guna memperbaiki ekosistem konektivitas tersebut.

Andi menjelaskan, situasi global saat ini telah memicu krisis pada tiga sektor yaitu pangan, energi, dan finansial. Secara simultan, hal ini juga diperparah dengan meningkatnya tensi geopolitik yang disebabkan perang antara Rusia dengan Ukraina.

Imbasnya muncul ketidakpastian yang dapat memicu resesi global dan mempersulit upaya pemulihan ekonomi paska pandemi.

“Saat Indonesia menerima mandat sebagai tuan rumah G20 tahun ini, fokus kita adalah bagaimana mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi. Saat amanat Presidensi G20 dijalankan, muncul situasi geopolitik yang membuat dunia makin keras,” katanya, Selasa (11/10/2022)

Oleh sebab itu, Andi menilai Presidensi G20 2022 di Indonesia saat ini makin menantang. Karena tak hanya berupaya sebagai momentum pemulihan ekonomi dunia pasca-pandemi, melainkan juga sebagai sarana memimpin kolaborasi antar negara dalam mendorong resolusi global.

Senada, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto turut menyoroti situasi global yang menjadi tidak kondusif, di mana disebutnya situasi ini membuat kepemimpinan Indonesia pada Presidensi G20 tahun ini menjadi lebih kompleks sekaligus makin vital. Sebab, rentetan krisis dan seteru geopolitik memiliki dampak buruk yang sangat masif.

“Kepemimpinan Indonesia sebagai Presiden G20 merupakan sebuah tanggung jawab dan amanah yang besar bagi Indonesia karena pandemi Covid-19 di dunia belum selesai, sementara pemulihan global masih terpecah-pecah dan terjadi secara tidak merata di berbagai negara. Sementara itu, dalam waktu kurang dari 3 bulan Presidensi Indonesia, dunia dikejutkan dengan perang Rusia-Ukraina, dan tidak dapat disangkal tanggung jawab G20 jauh menjadi lebih kompleks,” ujar Airlangga.

Menurutnya, kepemimpinan Indonesia di G20 menjadi lebih penting akibat perang tersebut, apalagi proyeksi pertumbuhan ekonomi global direvisi ke bawah karena inflasi yang tinggi, harga komoditas, pengetatan kebijakan moneter, volatilitas pasar keuangan, terutama di negara-negara berkembang.

IMF memprediksikan pertumbuhan tahun ini sebesar 3,2% akan menurun tahun depan menjadi 2,9% pada 2023. Kondisi ini sering disebut the perfect storm atau tantangan akibat 5C yaitu Covid 19 yang belum selesai, (conflict) konflik Ukraina, perubahan iklim (climate change), tingginya harga komoditas (commodity price increase) dan tingginya biaya hidup sampai terjadi inflasi (cost of living) yang berakibat kepada inflasi. Akibatnya terjadi krisis energi dan pangan.

“Bahkan jumlah orang yang mengalami kerawanan pangan meningkat dua kali lipat dari 135 juta orang sebelum pandemi menjadi 276 juta hanya dalam dua tahun. Kini bahkan bisa meningkat sampai 323 juta orang sebagai efek dari perang Rusia dan Ukraina,” papar Airlangga.

Kondisi konflik dan krisis global ini pada akhirnya tak hanya berpengaruh terhadap negara-negara yang memiliki kepentingan, namun juga negara lainnya di seluruh dunia.

Penyebabnya, hal ini turut memengaruhi konektivitas serta rantai pasok global hingga berujung resesi. Di sini, Indonesia dapat memainkan peranan penting sebagai tuan rumah Presidensi G20 2022 untuk mendorong terciptanya kerja sama strategis sekaligus memperbaiki konektivitas global.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menjelaskan bahwa sejauh ini Presidensi G20 2022 di Indonesia secara perlahan memang telah menjadi jembatan atas dinamika situasi global saat ini.

Dia menjelaskan, kepercayaan global terhadap Indonesia meningkat cukup signifikan dengan politik bebas aktif yang dilakukan.

“Trust must be earned. Dengan pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif, kita memperoleh kepercayaan global. Bebas aktif adalah bebas menentukan pilihan dan tidak terikat pilihan mana pun. Kiblat kita jelas adalah kepentingan nasional. Semoga selama Indonesia berdiri, kita tidak jadi permasalahan dunia, tapi jadi solusi,” tutur Retno.

Dalam memimpin aksi resolusi global melalui Presidensi G20 2022 ini, Retno menjelaskan, Indonesia juga selalu mengedepankan paradigma kolaborasi, bukan kompetisi. Termasuk saat Sidang Majelis PBB ke-77. Indonesia dituntut untuk sukses menyelenggarakan Presidensi G20. Jika gagal, taruhannya terlalu besar. Nasib dan kesejahteraan miliaran penduduk dunia terutama negara berkembang akan terdampak.

"Kolaborasi dengan paradigma win win, bukan zero sum. Paradigma kolaborasi, bukan kompetisi, dan paradigma engagement bukan containment. Pandemi mengajarkan pelajaran berharga bahwa no one is safe until everyone is," pungkas Retno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper