Bisnis.com, JAKARTA - Anak dan Istri Gubernur Papua Lukas Enembe, Astract Bona Timoramo Enembe (Anak) dan Yulice Wenda (Istri) menolak dan mengundurkan diri sebagai saksi.
Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP) Petrus Bala Pattyona mengatakan secara yuridis, Yulice dan Astract adalah istri dan anak sah dari Lukas Enembe sehingga dapat menolak atau mengundurkan diri menjadi saksi karena undang-undang.
Hal itu, kata dia diatur dalam sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dan oleh karena itu, kami selaku Tim Hukum mohon penyidik sebagai pelaksana undang-undang, untuk tidak memaksa untuk memberikan keterangan, yang diduga dapat melakukan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan secara melawan hukum (abuse of power),” kata Petrus dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (10/10/2022).
Tim kuasa hukum juga menjelaskan alasan lainnya Yulice dan Astract tidak mau diperiksa sebagai saksi untuk perkara yang menjerat sang ayah.
"Keputusan keluarga besar dan masyarakat Adat Papua, dimana Keluarga Lukas Enembe termasuk Kepala Suku terbesar di Papua, yaitu Suku Lanny, yang telah melarang Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe, untuk pergi ke Jakarta, dan harus menemai Lukas Enmbe yang sedang sakit serta tidak dapat meninggalkan tanah Papua," kata Anggota THAGP lainnya Aloysius Renwarin.
Menurut Aloysius Astract dan Yulice merupakan satu kesatuan dengan Lukas Enembe. Dia berdalih Ada kearifan lokal di tanah Papua, yang harus diperhatikan penyidik KPK untuk memanggil Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe, sebagai saksi ke Jakarta.
"Ini sudah merupakan keputusan masyarakat Adat Papua,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal melayangkan surat panggilan kedua untuk anak dan istri Gubernur Papua Lukas Enembe. Kedua orang dimaksud yakni Astract Bona Timoramo Enembe (anak) dan Yulce Wenda (istri).
Baca Juga
Lembaga antirasuah pun mengingatkan keduanya agar kooperatif. Apabila panggilan kedua kembali mangkir, KPK tak segan untuk menjemput paksa keduanya.
"Soal mangkirnya para saksi, pasti kami segera panggil yang kedua kalinya dan jika mangkir kembali maka sesuai ketentuan hukum bisa dilakukan jemput paksa terhadap saksi," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (6/10/2022)
Adapun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur soal penjemputan paksa terhadap saksi.
Hal itu, tertuang dalam Pasal 112 ayat 2 KUHAP. Pasal itu berbunyi orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.