Bisnis.com, JAKARTA--Panitia Khusus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Pansus BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk kedua kalinya melayangkan surat undangan kepada Robert Budi Hartono dan Sjamsul Nursalim pada Rabu 7 September 202.
Undangan tertanggal 22 Agustus 2022 tersebut terkait dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pansus BLBI DPD dengan agenda pendalaman materi Penuntasan BLBI.
Surat tersebut ditandangani oleh Sekjen DPD, Rachmad Hadi dan ditembuskan kepada Ketua DPD, Ketua Pansus BLBI DPD, Deputi Bidang Persidangan DPD, dan Kepala Biro Persidangan DPD.
Dalam surat yang beredar di kalangan wartawan, diterangkan bahwa, baik Robert Budi Hartono maupun Sjamsul Nursalim telah dipanggil pertama kali pada 12 Agustus lalu. Hanya saja keduanya tidak hadir.
Robert Budi Hartono adalah pemilik usaha Grup Djarum. Sedangkan Sjamsul Nursalim merupakan pemilik PT Gajah Tunggal Tbk.
Ketua Pansus BLBI DPD, Bustami Zainudin dalam keterangannya kepada wartawan mengatakan Robert Budi Hartono diundang Pansus BLBI DPD untuk diminta keterangannya terkait pembelian grup usaha tersebut.
Perusahaan itu mengakuisisi BCA pada 2003 dengan nilai Rp5 triliun untuk 51 persen saham. Padahal saat yang sama BCA memegang obligasi rekap senilai Rp60 triliun.
“Jadi dalam setahun, bunga rekap yang dibayar pemerintah kan kira-kira Rp 6-7 triliun. Jadi tak sampai 2 tahun dia sudah balik modal? Nah, ini kita perlu pendalaman masalah ini,” ujar Bustami.
Dia mengatakan tujuan pemanggilan itu agar masalah BLBI segera selesai, termasuk dugaan penjualan aset BCA ini yang merugikan negara,” kata Bustami.
Lebih tragis lagi, menurut Bustami, BCA yang terus menerima bunga obligasi rekap tersebut diduga telah menjual obligasi rekapnya ke pasar internasional. Sehingga, jika negara melakukan moratorium pembayaran bunga rekap, negara bisa dipermasalahkan di dunia keuangan internasional.
“Concern DPD adalah menyelesaikan masalah BLBI dan obligasi rekap sehingga tidak ada beban lagi bagi negara ini maupun para pengusaha itu sendiri di masa depan. Kita tuntaskan sekarang atau nanti malah semakin berlarut-larut,” jelas Bustami.
Sementara undangan untuk Sjamsul Nursalim terkait dengan kucuran BLBI senilai Rp 4,8 triliun dan Rp 28,40 triliun yang kemudian dibayar dengan tambak Dipasena yang ternyata setelah dilelang BPPN hanya laku Rp 300 miliar.
“Berdasar perjanjian Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA), pembayaran utang oleh Sjamsul dilakukan secara tunai sebesar Rp1 triliun dan melalui penyerahan aset senilai Rp27,49 triliun. Tapi asetnya ini, yaitu Dipasena cuma laku 330 miliar, ini bagaimana ceritanya?” kata Bustami.
Bustami berharap baik Robert Budi Hartono dan Sjamsul Nursalim menghormati surat undangan tersebut.
“Saya harapkan keduanya hadir memenuhi panggilan kedua DPD,” katanya.