Bisnis.com, JAKARTA - Grup Sinar Mas dan Grup Asian Agri menjadi prioritas Kementerian Perdagangan untuk mendapat persetujuan ekspor (PE) minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Hal tersebut terungkap dalam dakwaan kasus korupsi persetujuan ekspor CPO yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung RI.
Selain Grup Sinar Mas dan Grup Asian Agri, perusahaan lain yang disebut mendapat prioritas yakni, Pacific Group, PT Kreasijaya Adhikarya, PT KLK Dumai, dan Synergi Oil. Kemudian, Musim Mas Group, Wilmar Group, dan Permata Hijau Group. Tiga perusahaan terakhir disebut mendapat keuntungan ratusan miliar hingga triliunan rupiah.
Dalam surat dakwaan disebutkan, Direktur Ekspor Produk Pertanian Dan Kehutanan pada Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kemendag Farid Amir, menyampaikan beberapa pesan melalui grup whatsapp 'Tim Pemroses' (verifikator).
Salah satu pesan itu untuk memprioritaskan permohonan Persetujuan Ekspor (PE) dari perusahaan yang telah menghadap eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana.
Pesan itu disampaikan Farid ke grup WA setelah mendapatkan arahan dari Indrasari Wisnu Wardhana.
Baca Juga
"Farid Amir setelah mendapatkan arahan dari Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, selanjutnya Farid Amir menyampaikan pesan melalui group whatsapp pada yang di antaranya berisi untuk memprioritaskan permohonan PE dari perusahaan yang telah menghadap," kata jaksa dalam persidangan, dikutip Kamis (1/9/2022).
Jaksa menyebut daftar perusahaan yang telah menghadap yakni, grup Sinar Mas, Grup Musim Mas, Grup Wilmar, Grup Asian Agri, Grup Pasific, Permata Hijau Group, PT Kreasijaya Adhikarya, PT KLK Dumai, dan Synergi Oil.
Atas pesan tersebut, Demak Masaulina selaku Sub Koordinator menunjuk Fadro, Sabrina Manora Indriyani, Dina Rahmayanti, Almira Fauzia, dan Fadhlan Organon untuk memprioritaskan penerbitan persetujuan ekspor bagi perusahaan yang telah menghadap Indrasari Wisnu Wardhana.
"Dimana verifikasi atas syarat pengajuan data dan dokumen yang kemudian diproses ke dalam sistem INATRADE hanya dilakukan sebagai syarat formalitas saja tanpa melihat kebenaran atas data dan isi dokumen dimaksud," kata jaksa.
Namun, dari sederatan perusahaan itu, hanya persetujuan Ekspor Musim Mas Group, Wilmar Group, dan Permata Hijau Group yang diurai secara perinci oleh jaksa dalam dakwaan.
Adapun, surat dakwaan mengungkap, setidaknya ada tiga grup korporasi mendapat keuntungan dari fasiliras pemberian izin ekspor CPO ini.
Pertama, Grup Musim Mas yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas – Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT. Megasurya Mas, PT. Wira Inno Mas, yang diuntungkan sejumlah Rp626.630.516.604.
"Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp124.418.318.216," papar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).
Terakhir, ada korporasi yang tergabung dalam grup Wilmar yakni, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, yang diuntungkan sebesar Rp1.693.219.882.064.
Dalam kasus ini, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Lima terdakwa dimaksud yakni: Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," papar jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).