Bisnis.com, JAKARTA - Masa depan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) memasuki babak baru. Meskipun pemerintah telah merampungkan penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan siap untuk segera diundangkan.
Namun, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya agar melakukan kembali dialog kepada publik untuk menyerap masukan terhadap isu-isu krusial yang tertuang dalam draf RKUHP.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Moh Mahfud MD mengatakan pemerintah telah memutuskan melakukan dialog kembali dengan publik. Keputusan itu diambil dalam rapat kabinet pada 2 Agustus 2022 lalu, yang intinya Presiden Joko Widodo meminta agar draf RKUHP disosialisasikan ke seluruh masyarakat.
“Sudah 59 tahun kita terus membahas dan merancang RKUHP ini melalui tim yang silih berganti, dan mendapat arahan politik hukum dari tujuh presiden. Sehingga rancangan ini dapat dikatakan sudah siap untuk segera diberlakukan,” katanya dalam acara “Kick Off: Diskusi Publik RKUHP” seperti dikutip pada Rabu (24/8/2022).
Mahfud menyampaikan, Presiden Joko Widodo meminta untuk menyosialisasikan lagi RKUHP agar memberikan pemahaman yang menyeluruh, kepada seluruh lapisan masyarakat, baik akademisi, ormas-ormas, Civil Society Organization (CSO), dan lainnya, dari pusat sampai ke daerah-daerah.
“RKUHP ini memberi tempat penting atas konsep restorative justice yang dewasa ini mulai menjadi kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia," ujarnya.
Baca Juga
Selain itu, RKUHP ini mengatur mengenai hukum adat sebagai living law yang telah lama diakui dan menjadi kesadaran hukum pada masyarakat hukum adat, dengan tetap mendasarkan pada prinsip Pancasila, UUD 1945, dan NKRI dengan segala kebhinekaannya.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate juga mengatakan bahwa revisi KUHP mengusung misi pembaruan perubahan hukum, yaitu dekolonialisasi atau upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP yang lama. Kemudian mewujudkan keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif, serta demokratisasi, konsolidasi, dan harmonisasi.
“Guna menciptakan RKUHP sebagai suatu karya yang monumental yang merupakan hasil pemikiran seluruh elemen dan komponen bangsa kita sebagai landasan kehidupan masyarakat menuju Indonesia adil, makmur, dan sejahtera,” ujarnya.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengungkapkan bahwa terdapat 14 isu krusial pada RKUHP yang mengakibatkan ditundanya pengesahan pada 2019 lalu.
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, perlu partisipasi publik yang dilakukan secara bermakna atau meaningful participation. Hal ini sebagai manifestasi pemenuhan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang bersifat terbuka dan objektif.
Menurutnya, pemenuhan partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh dalam pembentukan peraturan perundang-undangan wajib memiliki tiga syarat penting, antara lain hak untuk didengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
“Tidak mudah bagi negara yang sangat multikultur dan multietnis untuk membuat kualifikasi hukum pidana yang bisa mengakomodasi berbagai kepentingan. Jangka waktu yang panjang ini juga mengakibatkan bergantinya akademisi maupun praktisi yang duduk dalam tim RKUHP,” jelasnya.
Pemerintah juga harus tetap berkomunikasi dan berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, ormas, organisasi profesi, praktisi, akademisi, dan pakar sesuai dengan bidang keahliannya, untuk terus menyempurnakan RKUHP. Langkah ini supaya tetap sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana, prinsip dan tujuan pembaruan hukum pidana.
“Oleh karena itu, kerja sama dan komunikasi yang baik antara pemerintah, DPR RI, dan seluruh elemen masyarakat harus terjalin kuat untuk mewujudkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional yang baru,” ujarnya.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa keunggulan RKUHP yakni sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern, mulai dari bertitik tolak dari asas keseimbangan hingga mengatur pertanggungjawaban mutlak.
Ia berpendapat jika keunggulan-keunggulan RKUHP ini merupakan bentuk konkrit dari dekolonisasi. Sebab, ketika Wetboek van Strafrecht (buku hukum kriminal) dibuat, imperialisme barat masih menguasai daerah-daerah jajahan. Di mana pidana yang diutamakan itu adalah pidana penjara yang saat ini sudah berbeda dengan paradigma baru hukum pidana di dunia.
“Jadi paradigma baru hukum pidana yang berlaku universal tidak lagi pada keadilan retributif, menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam, tetapi menggunakan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan mengenai 14 isu krusial di dalam RKUHP yang menjadi sorotan publik pada 2019 lalu. Keempat Belas isu tersebut antara lain living law (hukum adat), pidana mati, penghinaan presiden, menyatakan diri memiliki kekuatan gaib, penghapusan pasal tentang dokter/dokter gigi yang menjalankan pekerjaan tanpa izin.
Kemudian membiarkan unggas yang merusak kebun/tanah yang telah ditaburi benih, gangguan dan penyesatan proses peradilan, penghapusan tindak pidana advokat curang, penodaan agama, penganiayaan hewan, mempertunjukkan alat pencegah kehamilan kepada anak, penggelandangan sebagai tindak pidana, aborsi, dan tindak pidana perzinaan, kohabitasi, dan perkosaan.