Bisnis.com, JAKARTA – Nama Raden Saleh mungkin sudah tak lagi asing ditelinga sebagian orang. Dirinya merupakan sosok pelukis berpengaruh yang memiliki kontribusi besar pada perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Raden Saleh Syarif Bustaman, adalah sosok pelukis paling berpengaruh yang lahir dari keluarga keturunan bangsawan. Dirinya lahir pada Mei 1811 di Semarang, Jawa Tengah.
Raden Saleh adalah otak dibalik mahakarya agung dari sebuah lukisan yang bertajuk “Penangkapan Pangeran Diponegoro”.
Saking besarnya kontribusi karya masterpiece nya tersebut dalam memperkaya khazanah sejarah tanah air, lukisan karya Raden Saleh resmi ditetapkan masuk ke dalam peringkat cagar budaya nasional yang telah dibekukan dalam SK penetapan nomor 306/M/2018.
Sedari kecil, bakat Raden Saleh dalam melukis memang sudah terlihat. Bahkan, bakatnya tersebut mencuri perhatian seorang pelukis asal Belgia yang tinggal di Jawa bernama Joseph Payen.
Joseph yang tak ingin bakat Raden Saleh sia-sia begitu saja mengajukan permohonan kepada pihak pemerintahan Hindia Belanda, agar Raden Saleh mendapatkan pendidikan di Belanda.
Akhirnya, permohonan Joseph disetujui, dan saat Raden Saleh berusia 18 tahun, dirinya resmi memijakkan kaki di negeri kincir angin untuk menempuh pendidikannya.
Disana, Raden Saleh mengambil pendidikan sampingan secara privat pada dua orang pelukis Belanda yang terkenal pada saat itu. Sepuluh tahun kemudian setelah mengakhiri pendidikannya, ia meminta ijin sebelum kembali ke Indonesia untuk dapat berkeliling Eropa.
Setelah turnya di beberapa kota Eropa seperti Düsseldorf, Frankfurt, Berlin dan Dresden dirinya tampak jatuh hati pada aliran lukisan Jerman yang romantis. Di tanah Eropa, Raden Saleh juga bukan orang sembarangan. DIrinya sangat sukses sebagai pelukis disana.
Setelah menyelesaikan studi dan setibanya kembali di Batavia, Raden Saleh bekerja untuk pemerintahan kolonial Belanda. Meskipun Raden Saleh lahir dari keluarga bangsawan, dan banyak berkumpul dengan kaum kolonial, rasa nasionalisme pada dirinya tak lantas surut.
Kecintaanya pada tanah air semakin tergambar lewat maha karyanya yang berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro”. Karya tersebut merupakan rekonstruksi lukisan yang sebelumnya sudah dilukis oleh Nicolas Pieneman, sosok pelukis yang diutus oleh Pemerintah Belanda untuk mengabadikan proses penangkapan Pangeran Diponegoro pada 28 Maret 1830.
Raden Saleh merekonstruksikan sebuah lukisan dari sudut pandang yang berbeda. Dari guratan kuas lukisnya, tampak tergambar jiwa nasionalisme Raden Saleh yang sangat kuat usai dirinya memvisualisasikan sosok Pangeran Diponegoro yang berdiri tegak dengan penuh ketegasan, amarah, dan wibawa saat penangkapan.
Hal tersebut berbeda dari lukisan Pieneman yang menggambarkan Pangeran Diponegoro tampak pasrah saat digeruduk Belanda. Tak berhenti sampai disitu, Raden Saleh bahkan mengirimkan sebuah surat yang ditujukan kepada Adipati Ernst II dari Sachsen-Coburg dan Gotha pada tanggal 12 Maret 1857.
Dalam surat tersebut dituliskan bahwa dirinya telah menyelesaikan sebuah lukisan historis, yang menggambarkan tentang penangkapan Kepala Suku Jawa, Dipanegara, yang secara khusus dilukiskan untuk Paduka Yang Mulia Belanda.
Dengan semangat perjuangannya, Raden Saleh menunjukkan lukisan tersebut secara khusus kepada Raja Belanda, Willem III, untuk menggambarkan pandangan Raden Saleh atas penangkapan Pangeran Diponegoro yang berbeda dengan pandangan Pieneman.
Surat tersebut jelas jadi tanda perlawanan seorang Raden Saleh. Dirinya menyulap kanvasnya menjadi sebuah medan perang untuk kembali menegakkan tonggak kekuatan nasional.
Untuk diketahui, membutuhkan waktu satu tahun bagi Raden Saleh menyelesaikan lukisannya tersebut. Raden Saleh mulai menggoreskan kanvasnya pada 1856 dan baru menyelesaikan lukisan tersebut pada 1857. Kini, lukisan tersebut berada di Istana Negara.