Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemerintah melalui Tim Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) KPK memasukkan isu optimalisasi penerimaan negara dari cukai sebagai Sub Aksi Pencegahan Korupsi dalam Stranas Tahun 2021-2022.
Koordinator Harian Sekretariat Nasional Stranas PK-KPK Herda Helmijaya mengatakan mengatakan, optimalisasi penerimaan cukai merupakan bagian fokus pencegahan korupsi dari aspek keuangan negara dan sub aksi peningkatan penerimaan negara melalui pembenahan penerimaan negara bukan pajak dan cukai.
Menurutnya, sepanjang 2021—2022, Stranas PK mencoba untuk melihat optimalisasi penerimaan negara dari bukan pajak (PNBP).
“Peningkatan penerimaan negara melalui pembenahan penerimaan negara bukan pajak dan cukai itu masuk dalam fokus aksi Stranas PK,” ujarnya dikutip melalui webinar Mendorong Optimalisasi Penerimaan Negara dari Cukai Hasil Tembakau, Senin (30/5/2022).
Herda mengatakan pengaturan optimalisasi penerimaan negara dari cukai khususnya untuk industri tembakau oleh Stranas PK tetap dikelola sejalan dengan empat pilar kebijakan cukai hasil tembakau yakni pengendalian konsumsi, tenaga kerja, penerimaan negara, dan peredaran rokok ilegal.
Oleh sebab itu, dia melanjutkan salah satu output aksi Stranas PK yang saat ini terus diawasi proses pembahasannya ialah roadmap industri hasil tembakau yang telah mempertimbangkan keempat aspek tersebut.
Baca Juga
Roadmap industri tersebut, menurut Herda, harus sejalan dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) maupun daerah (RPJMD) untuk kemudian diikuti oleh semua kementerian lembaga.
“Saat ini reformasi fiskal dalam RPJMN mengamanatkan diantaranya kenaikan tarif cukai serta penyederhanaan struktur cukai secara bertahap,” katanya.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan aksi Stranas PK yang mempertimbangkan 4 pilar kebijakan cukai juga sejalan dengan Bappenas.
“Kami di Bappenas, tentu sangat concern dengan pengendalian dari sisi kesehatan. Sehingga dari 4 pilar tadi, kesehatan jadi fokus kami. Kenapa perlu dikendalikan? Karena dampak rokok yang menyebabkan kematian, memperparah kemiskinan, dan menimbulkan beban ekonomi yang besar,” ujar Pungkas.
Pungkas mengatakan kebijakan cukai hasil tembakau bertujuan untuk mencapai target pengendalian tembakau yang indikatornya adalah penurunan prevalensi perokok anak pada usia 10—18 tahun sesuai RPJMN 2022-2024.
“Cukai menjadi salah satu instrumen yang paling efektif untuk menurunkan prevalensi perokok anak, yakni dengan penyederhanaan struktur tarif cukai yang berimplikasi pada pengendalian tembakau,” katanya.
Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Febri Pangestu pun mengatakan dari sisi pengendalian konsumsi, kebijakan tarif cukai hasil tembakau ditujukan agar harga rokok makin tidak terjangkau.
“Nah, kalau kita lihat dari sisi konsumsinya dari data pemesanan pita cukai itu sangat melonjak pada 2019 dan pada 2021. Dari sisi pengendalian, ini memang kurang menggembirakan karena konsumsi rokoknya ternyata naik padahal masih pandemi Covid-19,” ujarnya.
Febri mengatakan, penyederhanaan struktur tarif cukai merupakan upaya yang tepat dalam mencegah praktik penghindaran pajak.
“Dari sisi penerimaan, secara perhitungan, pasti naik. Tetapi, kita tetap mendukung persaingan usaha yang sehat. Jadi secara perkiraan, penyederhanaan struktur tarif cukai pasti akan mendukung kepatuhan hukum dan mengurangi penghindaran pajak,” ujarnya.