Bisnis.com, JAKARTA - Tanggal 21 Mei menjadi tanggal bersejarah bagi Indonesia. Tepat 24 tahun silam, yakni 21 Mei 1998, rezim Orde Baru tumbang oleh people power, sekaligus menjadi lahirnya era Reformasi.
Soeharto memilih untuk mengundurkan diri dari pucuk kekuasaan Indonesia, setelah 32 tahun menjabat Presiden Republik Indonesia.
Kejatuhan Soeharto tersebut menjadi keputusan puncak untuk meredam aksi demonstrasi hingga kerusuhan yang melibatkan aparat keamanan dan masyarakat sipil, termasuk mahasiswa.
Momentum bersejarah sekaligus berdarah itu diingat sebagai Hari Peringatan Reformasi hingga saat ini.
Kronologi Kerusuhan dan Kejatuhan Orde Baru
Dikutip dari berbagai sumber, krisis moneter di Asia pada 1997 disebut menjadi awal mula atau penanda Orde Baru telah berada di titik nadir. Pada pertengahan hingga akhir 1997, nilai tukar Rupiah anjlok sehingga Perusahaan yang meminjam dalam dolar Amerika (AS) harus menghadapi biaya yang lebih besar.
Rakyat yang bereaksi dengan menukarkan rupiah dengan dolar AS semakin memperburuk kondisi Rupiah. Hingga akhirnya, inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Indonesia.
Kemudian pada 12 Mei 1998, tepatnya pada sore hari, ribuan mahasiswa Universitas Trisakti melakukan aksi damai untuk menyampaikan aspirasi ke DPR/MPR. Namun, aksi damai tersebut ternodai dan berakhir dengan penembakan aparat keamanan terhadap demonstran yang mengakibatkan empat orang mahasiswa Trisakti tewas.
Mereka adalah Hafidin Royan, Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, dan Hendryawan. Mereka pun kini dikenang sebagai pahlawan reformasi dan peristiwa tersebut dinamai Tragedi Trisakti.
Gugurnya empat mahasiswa Trisakti itu memicu aksi-aksi lain di berbagai daerah. Adangan aparat keamanan tidak digubris oleh massa dan berakhir dengan kerusuhan.
Jakarta menjadi kota berdarah pada 13 Mei 1998 dan beberapa hari kemudian karena kerusuhan hingga aksi penjarahan terjadi terhadap perusakan, toko, dan rumah etnis Tionghoa. Hal yang sama juga terjadi di sejumlah kota di Indonesia.
Kerusuhan ini pun dikabarkan memakan ratusan korban jiwa dan luka-luka, hingga kerusakan ribuan bangunan baik milik pemerintah, swasta, maupun masyarakat sipil.
Pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa mendatangi gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi agar Soeharto mundur dari jabatan presiden. Di depan massa, Ketua DPR/MPR Harmoko didampingi jajaranya menyampaikan bahwa dirinya dan juga jajaran DPR lainnya juga menghendaki serta menyarankan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Singkat cerita, pada Kamis, 21 Mei 1998, di Istana Merdeka, tepat pukul 09.05 WIB, Soeharto mengumumkan mundur dari jabatan presiden dan digantikan B.J. Habibie sebagai presiden ketiga RI.
Pidato Pengunduran Diri Soeharto
"Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib, damai, dan konstitusional.
Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan DPR dan juga adalah pimpinan MPR pada kesempatan silaturahmi. Sesuai Pasal 8 UUD 1945, maka Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Ing. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998-2003.
Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya semoga bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 1945.
Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner dan kepada para menteri saya ucapkan terima kasih. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan DPR, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara wakil presiden sekarang juga akan melaksanakan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung RI."