Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengimbau agar kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah (Pemda) menyiapkan dan mendorong kapasitas produksi pangan di dalam negeri.
Jokowi meminta semua pihak untuk tidak mengandalkan impor padahal Indonesia masih memiliki kapasitas menanam komoditas sendiri seperti jagung dan kedelai.
"Misalnya jagung masih impor, kenapa? Tanam jagung di mana pun juga tumbuh. Kenapa masih impor? Kedelai, kita juga masih impor, padahal banyak daerah yang sesuai untuk penanaman kedelai. Lakukan ini," kata Jokowi. dalam Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2022, Kamis (28/4/2022)..
Lebih lanjut, Jokowi menyampaikan, meningkatkan produktivitas dan kemandirian di sektor pangan dan energi menjadi salah satu cara agar Indonesia mampu bertahan dari krisis.
Menurutnya, Indonesia harus siap jika krisis yang terjadi di dunia sekarang berjangka panjang dan berlanjut hingga tahun depan.
"Kita harus ingat semuanya, ke depan problem global, problem dunia ada dua, pangan dan energi. Ini yang sangat kritis di dua hal ini," ujarnya.
Dia mengatakan, menanam bahan makanan secara mandiri juga merupakan cara agar pemerintah berpihak pada industri substitusi impor, yang memproduksi kebutuhan dalam negeri.
Mantan Wali Kota Solo ini meminta semua pihak untuk waspada dan mengkalkulasi semua langkah agar antisipasi yang diambil tepat, cepat, dan benar.
"Arahkan semuanya pembelian ke produk-produk dalam negeri. Hilangkan, kurangi sebanyak-banyaknya pembelian barang impor, dan di saat yang bersamaan siapkan kapasitas produksi nasional kita," tutur Jokowi.
Selain menurunkan impor komoditas yang bisa diproduksi sendiri, Jokowi juga meminta Kementerian/Lembaga serta Pemda mengarahkan belanja barang dan modal kepada pembelian produk-produk dalam negeri, atau meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Berdasarkan kalkulasinya, potensi belanja barang modal dan jasa di pemerintah pusat mencapai Rp526 triliun, sementara di pemerintah daerah Rp535 triliun. Adapun di BUMN, totalnya mencapai Rp420 triliun.
"Ini angka yang besar sekali. Jangan sampai angka yang sangat besar ini dibelanjakan untuk barang-barang impor, sehingga produksi dalam negeri tidak berkembang," tegasnya.