Bisnis.com, JAKARTA – Pendiri SMRC Saiful Mujani mengatakan pemilihan presiden (Pilpres) bisa berlangsung selama dua putaran jika hanya diikuti tiga pasangan.
Berdasarkan hasil survei terbaru SMRC pada Maret lalu, jika pemilihan presiden dilakukan saat ini dan yang maju adalah tiga pasangan, yaitu Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono, Ganjar Pranowo-Airlangga Hartarto, dan Parbowo Subianto-Puan Maharani, maka hasilnya hasilnya seimbang.
"Secara statistik suara mereka tidak berbeda signifikan. Anies-AHY mendapatkan 29,8 persen, Ganjar-Airlangga 28,5 persen, dan Prabowo-Puan memperoleh 27,5 persen. Masih ada 14,3 persen yang belum menjawab atau tidak tahu," katanya pada diskusi virtual dengan tema "Prabowo-Puan vs Ganjar-Airlangga atau Anies-AHY?" Kamis (21/4/2022).
Saiful menjelaskan bahwa suara yang berimbang ini akan mengakibatkan pemilihan presiden harus berlangsung dua putaran.
Sementara itu, setidaknya ada enam faktor yang bisa mempengaruhi partai politik bisa berkoalisi dan mendukung satu pasangan tertentu.
Faktor pertama, papar Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta ini kesamaan platform partai atau ideologi. Maksudnya adalah partai yang lebih nasionalis atau yang lebih pluralis dalam pengertian inklusif terhadap pelbagai identitas.
Baca Juga
Di Indonesia, ada partai yang lebih menekankan Islam dan kurang terbuka pada semua unsur yang beragam dalam masyarakat Indonesia.
Ini membuat Saiful menilai ada dua kutub ideologi politik di Indonesia. Kutub yang paling nasionalis adalah PDIP. Sementara kutub yang paling Islam adalah PKS.
Karena jarak ideologisnya jauh, PDIP dan PKS, kemungkinan untuk bersama-sama di tingkat nasional tidak mudah.
Faktor kedua adalah komunikasi elit. Bagi Saiful ini sangat menentukan. Sejak pemilihan presiden 2004 sampai sekarang, SMRC melihat PDIP dan Demokrat tidak mudah untuk melakukan komunikasi.
Ketika Demokrat berkuasa dan SBY sebagai presiden, PDIP memilih sebagai partai oposisi. Akan tetapi saat PDIP berkuasa, Demokrat terlihat ingin bergabung sebagai partai pendukung pemerintah. Partai banteng tampaknya tidak menerima.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, lanjut Saiful, Nasdem dan Gerindra juga tidak mudah untuk bertemu. Mereka punya pengalaman tersendiri tentang itu. Belakangan, Nasdem dan PDIP juga tidak mudah berkomunikasi.
“Oleh karena itu, faktor kemudahan komunikasi dan suasana kebatinan di antara elit partai akan mempengaruhi formasi koalisi,” jelasnya.
Faktor ketiga, adanya tiga partai besar yang sangat berpengaruh untuk menjadi atau menarik poros koalisi. Mereka adalah PDIP, Gerinda, dan Golkar.
Keempat, intensitas harus menjadi calon presiden. Ada partai yang pimpinannya harus jadi calon presiden, yaitu Gerindra.
Lalu, elektabilitas bakal calon. Saiful menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir, belum ada perubahan signifikan dalam komposisi dukungan pemilih terhadap calon.
Tiga besar yang mendapatkan dukungan terbanyak dari publik adalah Prabowo, Ganjar, dan Anies. Saiful melihat Prabowo dan Ganjar sudah seimbang.
"Faktor keenam adalah ormas NU [Nahdlatul Ulama]. NU juga ikut berpengaruh, setidak-tidaknya untuk calon wakil presiden,” terang Saiful.
Survei SMRC dilakukan pada 1.220 responden yang dipilih secara acak dengan metode stratified multistage random kepada warga negara Indonesia yang sudah memiliki hak pilih.
Responden yang dapat diwawancarai secara validsebesar 1.027 atau 84 persen. Jumlah tersebut yang dianalisis dengan margin of error sekitar 3,12 persen.
Tingkat kepercayaannya 95 persen. Wawancara tatap muka dilakukan pada 13 sampai 20 Maret 2022.