Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menjawab alasan pihaknya memberikan kelonggaran terhadap batas kedaluwarsa vaksin Covid-19.
Menurut Penny, istilah ‘kedaluwarsa’ dalam vaksin tidak sama dengan kedaluwarsa dalam makanan atau produk yang lain.
“Soal data self life yang kemudian menjadi tanggal kedaluwarsa. Ini mungkin membingungkan bagi masyarakat awam. Jadi awalnya yang harus tidak digunakan dalam komunikasi publik itu adalah tanggal kedaluwarsa karena pemahaman di kita semua adalah itu sudah menunjukan kualitas yang menurun. Tapi, dikaitkan vaksin Covid-19 yang diperpanjang ekspiration date-nya itu adalah vaksin yang masih berkembang,” ujar Penny dalam Rapat Panja Vaksin Covid-19 antara Komisi IX DPR RI dengan BPOM, Kemenkes, dan Bio Farma, Rabu (6/4/2022).
Penny menegaskan bahwa kedaluwarsa vaksin tidak bisa disamakan, misalnya dengan makanan atau minyak goreng, di mana itu adalah produk yang telah selesai penelitiannya dan mereka sudah memberikan hasil pengujian data stabilitas.
“Misalnya itu umurnya 2 tahun atau expiration date -nya itu berarti mereka telah memberikan 1 tahun data stabilitas. Jadi itu adalah produk-produk yang telah selesai,” jelasnya.
“Vaksin Covid-19 ini adalah jenis vaksin yang masih berkembang tapi saat situasi pandemi membuat regulator harus memberikan waktu yang lebih singkat dan cepat sehingga bisa langsung diakses produksinya. Lalu, diberikan pemikiran inovasi diberikan Emergency Use Authorization (UEA) atau izin penggunaan dengan pertimbangan aspek keamanan, khasiat dan mutunya,” lanjut Penny.
Adapun terkait khasiat dan keamanan, Penny memastikan hal itu sudah dibuktikan dalam uji klinik. Kemudian Penny menambahkan bahwa batas kedaluwarsa vaksin harus melalui serangkaian pengujian.
Kata dia, sesuai standar internasional, persyaratan data uji stabilitas minimal untuk UEA obat dan vaksin adalah 3 (tiga) bulan. Badan POM selanjutnya melakukan evaluasi terhadap data mutu dan hasil uji stabilitas yang mencakup antara lain identifikasi, potensi, sterilitas, cemaran (impurities), endotoksin, dan pH produk akhir vaksin.
“Antara lain adalah potensinya dengan berbagai cara dengan uji hewan, ada PH-nya, sterilitas, physical appearance, toxititas, kekeruah dan lain sebagainya itu masuk ke dalam data stabilitas yang kami terima,” ujarnya.
“Tapi itu masih dimungkinkan diuji terus, diperpanjang enam bulan, 12 bulan ternyata masih stabil dalam 12 bulan, PH-nya, toxititas, sama dengan produksi awal. Diberikan lagi data ke kita, maka akan diberikan lagi expiration date-nya. Setelah diberikan, dievaluasi dan ada keyakinan untuk memberikan self life mereka harus mengubah labeling-nya. Jadi industry harus memberikan informasi ke masyarakat dikaitkan dengan aspek self life dan aspek mutu sudah dijamin dari data stabilitas,” jelas Penny.