Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejagung Cecar Dirut Garuda Indonesia dan 2 Eks Komisaris

Kejagung memeriksa Direktur Utama dan mantan Komisaris PT Garuda Indonesia terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat.
Dirut PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra (kiri) dengan Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah (kanan) di sela-sela audiensi membahas tentang peluang kerja sama di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Makassar, Selasa (4/8/2020) malam. ANTARA
Dirut PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra (kiri) dengan Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah (kanan) di sela-sela audiensi membahas tentang peluang kerja sama di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Makassar, Selasa (4/8/2020) malam. ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur Utama dan mantan Komisaris PT Garuda Indonesia terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat.
 
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengemukakan bahwa Irfan Setiaputra selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia telah diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi bersama dua mantan Komisaris PT Garuda Indonesia bernama Wendy Aritenang dan Bagus Rumbogo.
 
Selain ketiga saksi tersebut, tim penyidik Kejagung juga telah memeriksa Senior Manager Marketing Research PT Garuda Indonesia tahun 2005-2015 Vera Yunita.
 
"Keempatnya diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda Indonesia ya," tuturnya di Kejagung, Senin (4/4).
 
Ketut menjelaskan bahwa keempat saksi tersebut dicecar terkait proses pengadaan pesawat Garuda Indonesia yang membuat negara mengalami rugi hingga miliaran.
 
"Para saksi itu diperiksa terkait proses pengadaan pesawat Garuda Indonesia," katanya.
Kejagung telah menetapkan tiga tersangka. Ketiga tersangka itu adalah: Setijo Awibowo (SA) selaku VP Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012 dan Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014.

Ketiga, Albert Burhan (AB) selaku VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012.

Kasus ini bermula pada 2011-2021, ketika PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan pengadaan pesawat dari berbagai jenis tipe pesawat, antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600, yang mana untuk pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang dilaksanakan dalam periode 2011-2013 terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya antara lain:

Pertama, kajian feasibility study/business plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis risiko tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa, yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil, dan wajar serta akuntabel

Kedua, proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang/jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR/

Ketiga, ada indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture.
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper