Bisnis.com, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai penerapan e-voting dalam pemilihan umum (Pemilu) dapat menghilangkan partisipasi masyarakat dalam ruang pengawasan dan meminimalkan transparansi proses penghitungan suara hasil pemilu 2024.
Peneliti Perludem Heroik Pratama mengatakan jika dilihat dalam tahapan pemungutan suara, sebetulnya tidak ada persoalan yang berarti dengan metode pemungutan suara manual menggunakan kertas surat suara.
Menurutnya, justru dengan pemungutan suara manual menggunakan kertas suara tersebut, ruang partisipasi pemilih untuk ikut mendorong transparansi dan akuntabilitas proses penghitungan suara makin terbuka.
"Ini terbukti dengan penghitungan suara manual di Tempat Pemungutan Suara [TPS] justru membuka ruang pengawasan partisipatif masyarakat untuk melihat proses penghitungan suara yang dapat meminimalisir kecurangan. Kalau e-voting di terapkan di mana proses penghitungan suara dilakukan secara otomatis melalui mesin, justru menghilangkan ruang pengawasan partisipatif masyarakat ini dan dapat meminimalisir transparansi proses penghitungan suara hasil pemilu kita," kata Heroik, Senin (28/3/2022).
Dia menilai hal pertama yang perlu dijawab ketika menerapkan teknologi dalam proses pemilu adalah permasalahan apa yang hendak diselesaikan dengan sistem tersebut serta teknologi pemilu seperti apa yang relevan untuk digunakan dalam menjawab permasalahan itu.
Bagi Heroik, persoalan dalam tahapan pemilu di Tanah Air terletak pada tahapan rekapitulasi suara berjenjang setelah penghitungan suara di TPS yang memakan waktu lama dan membuka ruang electoral malpractice melalui perubahan hasil pemilu yang tidak disengaja akibat kelelahan petugas.
Dengan begitu, sambung dia, terjadi kesalahan penulisan angka ataupun yang disengaja untuk menguntungkan peserta pemilu tertentu.
"Electronik rekapitulasi [e-recap] dapat dijadikan solusi untuk hal ini. Sebab, e-recap sesungguhnya tidak menghilangkan proses penghitungan suara manual yang terbuka di TPS yang berdampak pada pengawasan langsung bagi masyarakat dan terdapat bukti otentik hasil penghitungan suara di TPS melalui formulir C," imbuhnya.
Lebih lanjut Heroik menuturkan, menerapkan teknologi dalam pemilu tidak bisa dilakukan secara drastis dan masif. Prosesnya harus melalui rangkaian uji coba yang jika merujuk pengalaman di beberapa negara selalu dimulai dari lingkup yang paling kecil dan tidak langsung berskala nasional.
Artinya, lanjut dia, proses digitalisasi ini tidak langsung menggantikan proses manual. Uji coba ini penting untuk mengukur seberapa jauh teknologi pemilu itu dapat berjalan dengan baik dan dapat menjadi sarana untuk mengukur tingkat kepercayaan peserta pemilu dan publik terhadap teknologi pemilu tersebut.
"Harus diperhatikan juga tingkat kemanan siber dari teknologi pemilu tersebut. Setiap uji coba tersebut selalu di sertai rangkaian evaluasi sebelum dilakukan uji coba berikutnya. Aspek lain yang perlu diperhatikan juga adalah soal kesedian kerangka regulasi, sejauh mana Undang-undang Pemilu kita sudah cukup mampu memayungi penggunaannya," tambah Heroik.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengusulkan pemungutan suara via internet (e-voting) dapat dilakukan pada Pemilu 2024. Dia merujuk pengalaman negara-negara, seperti Estonia dan India, yang telah lebih dulu menerapkan sistem ini.
Johnny yakin infrastruktur teknologi informasi Tanah Air akan siap pada 2024. Menurutnya, seluruh desa/kelurahan akan tersambung koneksi 4G sebelum Pemilu 2024.
"Penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi momentum untuk menghasilkan pemimpin masa depan Indonesia dengan komitmen digitalisasi Indonesia," tuturnya beberapa waktu lalu.