Bisnis.com, JAKARTA — Moody's Analytics menilai bahwa perang Rusia vs Ukraina tidak membawa dampak langsung yang besar terhadap negara-negara Asia Pasifik. Namun, tingginya harga energi secara global berpotensi meningkatkan inflasi di kawasan tersebut pada kuartal II/2022.
Kepala Ekonom Asia Pasifik Moody's Analytics Steve Cochrane menjelaskan bahwa jumlah impor energi negara-negara Asia Afrika yang terdampak oleh konflik Rusia Ukraina hanya sekitar 10,6 persen. Jumlah itu pun didominasi oleh China, dengan impor energi dari Rusia dan Ukraina mencapai setengah dari total impor Asia Pasifik.
Steve menilai bahwa saat ini dampak langsung konflik Rusia Ukraina akan terasa bagi negara-negara yang melakukan impor energi, dan komoditas khusus seperti pupuk—oleh Indonesia dan Malaysia. Rendahnya dampak langsung itu membuat negara-negara Asia Pasifik mampu terjaga dari lonjakan inflasi, seperti yang terjadi di Eropa.
Meskipun begitu, dia menilai bahwa negara-negara Asia Pasifik berpotensi merasakan tekanan inflasi dalam beberapa waktu ke depan. Tingginya harga energi dapat mendorong naiknya harga berbagai komoditas dan kebutuhan.
"Kawasan Asia Pasifik sebagian besar telah terhindar dari percepatan inflasi yang sekarang terlihat di Eropa dan Amerika Utara. Namun, pada kuartal kedua tahun ini, harga komoditas global yang tinggi diperkirakan mulai merembes ke harga produsen dan konsumen di seluruh kawasan," ujar Steve pada Senin (21/3/2022).
Dia menilai bahwa kinerja ekonomi negara-negara Asia Pasifik memang tercatat cukup kuat sejak kuartal IV/2021 sehingga normalisasi kebijakan dari dampak Covid-19 dapat mulai berjalan. Kondisi itu turut memengaruhi terjaganya laju inflasi negara-negara Asia Pasifik.
Meskipun begitu, Moody's Analytics menilai bahwa risiko kenaikan inflasi dan pengaruhnya terhadap neraca pembayaran dapat terjadi di hampir seluruh kawasan Asia Pasifik. Oleh karena itu, Steve menilai bahwa perlu terdapat adanya langkah antisipasi.
"Risiko utama Asia Pasifik adalah inflasi yang lebih tinggi karena harga komoditas global yang lebih tinggi, bahkan jika bersumber dari tempat selain Rusia atau Ukraina," katanya.