Bisnis.com, JAKARTA - Sirkuit Internasional Mandalika adalah sebuah sirkuit balap yang terletak di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merupakan tempat perhelatan MotoGP pada 18-20 Maret 2022.
Mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa nama Sirkuit Mandalika berasal dari nama seorang Putri bernama Mandalika dalam legenda yang berasal dari Lombok, NTB.
Dikutip dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), legenda Putri Mandalika terkait dengan tradisi menangkap cacing laut yang dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika, yang disebut "Bau Nyale" oleh masyarakat lokal.
Putri Mandalika merupakan putri yang berasal dari salah satu kerajaan di Pulau Lombok, yang bernama Kerajaan Tonjang Beru. Raja Kerajaan Tojang Beru memerintahkan wilayah dengan adil dan bijaksama.
Putri Mandalika dikenal sebagai putri yang sangat cantik, kecantikannya dikenal hingga ke pelosok negeri.
Tidak hanya cantik secara fisik, Putri Mandalika memiliki tutur kata yang lembut dan sopan. Ia juga senang menolong.
Baca Juga
Kecantikan wajahnya dan kebaikan hatinya itu, membuat banyak pangeran yang ingin melamarnya. Raja menyerahkan keputusan pada putri.
Sebelum memutuskan pilihannya, putri bertapa untuk meminta petunjuk. Setelah bertapa, putri mengundang seluruh pangeran yang ingin melamarnya untuk berkumpul pada tanggal 20 bulan 10 pada penanggalan Sasak.
Kemudian, para pengeran diminta berkumpul di Pantai Seger, yang saat ini lebih dikenal sebagai Pantai Kuta, Lombok, pada pagi buta sebelum adzan Subuh berkumandang.
Pada hari yang ditentukan para pangeran berkumpul. Saat matahari berada di ufuk timur, puteri bersama dengan raja dan ratu serta pengawal datang menemui mereka.
Putri Mandalika terlihat cantik karena menggunakan bahan sutra. Penampilan putri membuat para pangeran makin terpikat.
Putri mengambil keputusan tersebut supaya ketentraman dan kedamaian pulau tidak rusak karena persaingan. Sebab, kalau ia menerima pinangan salah satu orang saja maka perselisihan akan terjadi.
Pengumuman tersebut membuat peserta terheran-heran. Selanjutnya, putri menjatuhkan diri ke laut dan hanyut ditelan ombak.
Melihat kejadian itu, para peserta berusaha mencari putri, namun putri tidak ditemukan.
Setelahnya, muncul binatang-binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak. Binatang tersebut menyerupai cacing yang amat panjang. Masyarakat setempat menyebutnya Nyale.
Perbuatan putri sangat dikenang masyarakat Lombok. Oleh karena itu dibuat Upacara Nyale atau Bau Nyale, upacara dilakukan pada Februari hingga Maret, setiap tahun.
Dalam pelaksanaan Festival Bau Nyale, masyarakat Suku Sasak (Majelis Sasak Lombok) menggunakan perhitungan Rowot.
Penanggalan Kalender Rowot telah menjadi penentu puncak Bau Nyale sejak dari dulu.
Penanggalan Rowot ini dilatarbelakangi dengan kisah Putri Mandalika. Dalam kisah tersebut, Putri yang terjun ke laut malah diangkat ke langit menjadi rasi bintang Rowot.
Perhitungan Rowot pada Suku Sasak, yaitu sistem penanggalan yang memperhitungkan pergerakan bulan, bintang (Pleades), dan matahari.
Bau Nyale terdiri dari dua kata, yaitu Bau yang artinya menangkap dan Nyale adalah cacing laut sejenis filumannelida.
Tradisi Bau Nyale
Tradisi Bau Nyale adalah tradisi turun temurun masyarakat Lombok Tengah yang telah berusai ratusan tahun.
Prosesi Bau Nyale diawali dengan sangkep atau pertemuan para tokoh untuk menentukan hari baik (tanggal 20 bulan 10 kalender Sasak). Penentuan tanggal untuk mengetahui waktu nyale keluar.
Proses berikutnya dilanjutkan dengan Mepaosan, yaitu pembacaan lontar yang dilakukan tokoh adat sehari sebelum pelaksanaan tradisi. Mepaosan dilakuan di bangunan tradisional tiang empat yang disebut Bale Saka Pat.
Pembacaan lontar dilakukan dengan tembang Pupuh atau nyanyian tradisional, dengan urutan Pupuh Smarandana, Pupuh Sinom, Pupuh Maskumandang, dan Pupuh Ginada.
Proses tradisi Bau Nyale menggunakan berbagai perlengkapan, yaitu daun sirih, kapur, dua buah gunungan yang berisi jajan tradisional khas Sasak, kembang setaman dengan sembilan jenis bunga, serta buah-buahan tradisional.
Upacara digelar pada dinihari sebelum masyarakat turun ke laut untuk menangkap nyale. Upacara dilakukan para tokoh adat.
Upacara dinamakan Nede Rahayu Ayuning Jagad. Prosesi dilakukan dengan cara para tetua adat berkumpul dalam posisi melingkar dan ditengah-tengahnya diletakkan jajanan dalam bentuk gunungan.