Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PNS di Tangerang Ditangkap Densus 88, Tjahjo Kumolo Angkat Bicara

Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa PNS tidak boleh berkaitan dengan organisasi terorisme atau organisasi yang sudah dilarang oleh pemerintah.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo./Antara
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB) Tjahjo Kumolo angkat bicara terkait penangkapan seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten Tangerang oleh Densus 88 Antiteror Polri.

Tjahjo menegaskan bahwa ASN tidak boleh berkaitan dengan organisasi terorisme atau organisasi yang sudah dilarang oleh pemerintah.

Sanksi tegas akan diberikan kepada ASN yang terpapar paham radikalisme. “ASN dilantik dan diambil sumpah untuk setia kepada pemerintah yang sah, Pancasila, dan UUD 1945. Sehingga apabila ASN terafiliasi dengan organisasi terorisme, jelas itu dilarang,” kata Tjahjo dalam keterangannya, Rabu (16/3/2022).

Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 94/2021 tentang Disiplin PNS menyebutkan bahwa setiap PNS wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah.

Bagi ASN yang terlibat dalam organisasi terlarang, Menteri Tjahjo menegaskan akan memberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11/2020 tentang Manajemen PNS, pasal 250 huruf a menyebutkan PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945.

Radikalisme terorisme adalah satu tantangan bangsa yang sering disebutkan Menteri Tjahjo dalam berbagai kesempatan. Menteri Tjahjo berharap PNS bisa menentukan sikap terkait dogma yang bisa merusak Bhinneka Tunggal Ika.

“Menentukan siapa kawan dan siapa lawan pada kelompok, perorangan, atau golongan yang anti-Pancasila, anti-Bhinneka Tunggal Ika, anti-NKRI, anti-kemajemukan bangsa dan UUD 1945," ungkapnya.

Tjahjo mengatakan paham intoleran yang mengarah pada sikap radikalisme, menyebar juga di dunia maya yang saat ini bebas diakses siapapun. Indikasi terpapar radikalisme salah satunya bisa diketahui dari jejak digital. Jejak digital tersebut bukan hanya berlaku terhadap ASN, tapi juga kepada pasangan dari ASN tersebut, baik suami maupun istri.

Untuk memberantas paham radikalisme, dia mengungkapkan pemerintah telah melakukan berbagai macam langkah. Salah satu dasarnya adalah arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan birokrasi pemerintahan yang bersih dari paham radikalisme. Presiden Jokowi juga berpesan bahwa bidang pertahanan-keamanan harus tanggap dan siap menghadapi perang siber, menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme.

Pada tahun 2019, sebelas kementerian dan lembaga menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan. Sebelas instansi tersebut adalah Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi ASN.

Pada tahun 2021, Kementerian PANRB dan BKN juga mengeluarkan SE Bersama tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya. Dalam SE dijelaskan ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, serta dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat dalam paham radikalisme.

ASN yang dicurigai memiliki paham radikal atau terafiliasi organisasi terorisme, dapat diadukan melalui portal aduanasn.id disertakan bukti. Nantinya jika terbukti, akan dilakukan sanksi tegas terhadap oknum tersebut. Secara berkala, Kementerian PANRB melaksanakan sidang Badan Pertimbangan ASN untuk penjatuhan sanksi bagi ASN yang bermasalah.

“Jadi kalau memang ada ASN yang diam-diam tertangkap tangan atau ada bukti yang kuat tidak hanya dari PPK tapi dari laporan masyarakat, laporan teman-teman pers, itu bisa diproses dalam sidang BP ASN,” ungkap Tjahjo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper