Bisnis.com, JAKARTA--Pembicaraan tingkat tinggi antara Rusia dan Ukraina berakhir tanpa gencatan senjata karena kekerasan berlanjut di seluruh negeri setelah penduduk kota Mariupol kehabisan makanan akibat dikepung pasukan Rusia.
Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba mengatakan tidak ada kemajuan untuk mencapai gencatan senjata dalam pembicaraan di Turki dengan mitranya dari Rusia, Sergei Lavrov. Pertemuan tingkat tinggi itu merupakan yang pertama antara kedua negara sejak invasi Moskow.
Pembicaraan berlangsung di dekat Antalya di tengah kecaman internasional atas serangan Rusia terhadap rumah sakit anak-anak di Mariupol yang menewaskan sedikitnya tiga orang, termasuk satu anak.
Pemboman atas rumah sakit anak dan bersalin dengan 600 tempat tidur turut melukai wanita hamil. Aksi itu merupakan bukti "genosida", ujar Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy sepsrti dikutip TheGuardian.com, Jumat (11/3/201).
Gedung Putih menyebut serangan itu barbar, sementara Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan dia yakin tindakan "tidak manusiawi, kejam dan tragis" itu bisa menjadi kejahatan perang.
Sehari setelah serangan itu, Palang Merah Internasional melaporkan bahwa kondisi di Mariupol '"semakin mengerikan dan putus asa" karena ratusan ribu orang tidak memiliki makanan, air, panas atau listrik.
Baca Juga
Wakil kepala delegasi organisasi Palang Merah Internasional, Sasha Volkov menggambarkan kondisi yang mengerikan di kota, dengan orang-orang melaporkan bahwa mereka tidak memiliki makanan untuk anak-anak dan saling menyerang untuk mendapatkan makanan.
Pejabat Ukraina mengatakan 1.207 mayat telah dikumpulkan dari jalan-jalan di sana dalam beberapa hari terakhir. Regu penolong menguburkan mayat di kuburan massal.
Sementara itu Walikota Kyiv, Vitali Klitschko, melaporkan bahwa setengah dari total populasi ibu kota itu telah meninggalkan kota saat pasukan Rusia maju ke kota.
Lebih dari 2,3 juta orang telah meninggalkan Ukraina sejak perang dimulai dua minggu lalu, menurut badan pengungsi PBB.